BMKG: Kekeringan di Sulteng kemungkinan kecil terjadi karena daerah non-zom

id BMKG,kekeringan,musim kemarau,bmkg sulteng,cuaca sulteng

BMKG: Kekeringan di Sulteng kemungkinan kecil terjadi karena daerah non-zom

Ilustrasi - Kondisi cuaca hujan dan berkabut di jalur Trans Sulawesi Kebun Kopi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. ANTARA/ (Kristina Natalia)

Palu (ANTARA) -

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan potensi kekeringan ekstrem di Sulawesi Tengah (Sulteng) kecil kemungkinan terjadi, sebab provinsi ini masuk dalam kategori daerah non-zom atau wilayah tidak memiliki batas jelas antara periode musim hujan dan kemarau.
"Sejak bulan Mei lalu mulai masuk musim kemarau secara menyeluruh di Indonesia, tetapi untuk Sulteng masuk dalam kategori kemarau basah di pengaruhi oleh non-zom," kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis-Aljufi Palu Nur Alim di Palu, Rabu.
Meski saat ini sudah berada pada musim kemarau, kata dia, namun Sulteng masih tetap diguyur hujan baik dengan intensitas ringan, sedang, hingga lebat. Oleh karena itu kekeringan ekstrem di daerah ini kecil kemungkinan terjadi.
Namun, lanjutnya, menurut pengamatan BMKG ada tiga daerah di Sulteng yakni Kabupaten Poso, Morowali Utara, dan Morowali, berpotensi mengalami kemarau tapi dampak ditimbulkan tidak terlalu signifikan.
"Artinya meski terjadi terik matahari, tetapi dalam sepekan biasanya masih terjadi hujan dengan intensitas ringan, sedang, hingga lebat," ujarnya.
Menurut BMKG cuaca di Sulteng tidak konsisten, terkadang cuaca terik tiba-tiba mendung dan turun hujan dan hal itu lumrah terjadi karena tidak memiliki batas jelas periode musim hujan dan kemarau.
"Secara normatif puncak kemarau di Sulteng terjadi pada pertengahan Agustus hingga pertengahan September 2024, namun karena kemarau basah maka intensitas curah hujan masih signifikan terjadi," tutur Alim.
Meski awal kemarau, intensitas hujan Sulteng terdeteksi masih cukup tinggi. Hal itu dipengaruhi pertumbuhan siklon tropis di bagian Utara Indonesia atau di sekitar Filipina yang mengakibatkan perlambatan masa udara di atas langit Pulau Sulawesi, sehingga pembentukan awan hujan cepat terjadi.
Dua pekan terakhir intensitas hujan di daerah ini cukup tinggi dengan durasi panjang, kata dia, sehingga dampak hidrometeorologi juga diperkirakan masih berpotensi terjadi.
"Dari pengamatan kami, khusus daerah Parigi Moutong dan Sigi tetap waspada terkait potensi dampak bencana hidrometeorologi meteorologi, seperti tanah longsor dan banjir bandang, terutama warga yang bermukim di sekitar bantaran sungai dan lereng gunung," ucapnya.
Guna mengantisipasi situasi buruk, BMKG meminta pemerintah daerah (pemda) melakukan langkah-langkah antisipasi dengan meningkatkan mitigasi terhadap masyarakat.
"BMKG sebagai otoritas yang mengeluarkan peringatan dini cuaca terus berkolaborasi dengan pemerintah dan pihak-pihak lainnya, menyampaikan hasil pengamatan untuk dijadikan pertimbangan dalam mengantisipasi potensi-potensi bencana alam. Kami juga mengimbau masyarakat tidak perlu panik, namun tetap memperhatikan kondisi alam saat beraktivitas," katanya.