Wakil Bupati (Wabup) Sigi Samuel Yansen Pongi di Bora, Senin, mengatakan persoalan itu diselesaikan dengan mengundang Pemerintah Kecamatan Kulawi, Pemerintah Desa Toro, Majelis adat, pembeli lahan, serta masyarakat pemilik lahan yang sudah menjual kepada pihak ketiga.
"Tentunya pemerintah daerah (pemda) mengambil langkah tegas sebagai mediator permasalahan tersebut untuk membahas permasalahan terkait status lahan yang dijual di Desa Toro," kata Samuel Yansen Pongi.
Ia mengemukakan salah satu permasalahan itu terkait ketidakjelasan lahan yang dijual masyarakat Toro masih kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lainnya (APL).
Menurutnya, masyarakat yang menjual lahan mengklaim bahwa lahan itu adalah milik mereka yang telah lama digunakan untuk berkebun. Lahan yang dijual tersebut merupakan milik dari 16 warga Desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi.
"Tapi berdasarkan pernyataan Majelis Adat menyampaikan bahwa sebagian dari lahan yang dijual tanpa konsultasi dengan lembaga adat merupakan kawasan hutan yang telah lama dilindungi," ucapnya.
Ia mengatakan pemda berharap dengan pertemuan itu dapat mencapai kesepakatan dan menghindari terjadinya konflik di daerah itu.
"Harapannya dapat tercipta solusi yang tidak merugikan baik pihak penjual, pembeli, maupun lembaga adat, sehingga intinya pemda hadir sebagai mediator di antara masyarakat ini," ujarnya.
Diketahui pemkab sebelumnya sudah membentuk tim khusus untuk menangani kasus dugaan penjualan lahan hutan adat di Desa Toro, Kecamatan Kulawi tersebut. Tugas dari tim itu adalah guna menangani permasalahan penjualan lahan hutan adat di Desa Toro, dan mencari tahu penyebab terjadinya dugaan penjualan lahan adat itu di Desa Toro.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sigi, untuk luas Desa Toro mencapai 22,95 hektare dengan keseluruhan wilayah itu didominasi daerah pegunungan. Sebanyak delapan sungai mengairi dan melewati Desa Toro yakni Sungai Sopa, Kadundu, Mewe, Bola, Pono, Biro, Alumiu, dan Pangemoa.