Kuta - Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mencatat sekitar 20 persen pasien endokrin menderita gangguan fungsi tiroid.
"Gangguan tiroid menempati urutan kedua daftar penyakit endokrin setelah diabetes," kata Ketua Perkeni Prof Dr Achmad Rudijanto di sela-sela "Asia And Ocenia Thyroid Association Congress" (AOTA) di Kuta, Bali, Minggu.
Menurut dia, tingginya jumlah penderita gangguan hormon yang mengatur metabolisme tubuh itu disebabkan minimnya pengetahuan masyarakatakan gejala dan kelainan tiroid.
Oleh karena itu pihaknya termotivasi untuk menyosialisasikan kelainan kelenjar tiroid. Pengetahuan itu penting guna memberikan penanganan dini kelainan hormon tersebut sehingga bisa segera diatasi dan disembuhkan.
Dia menjelaskan bahwa gangguan fungsi tiroid ada dua yaitu kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) dan kelebihan (hipertiroid). Gejala umum dari keduanya secara umum adalah pembesaran kelenjarnya atau dikenal gondok/struma.
Menurut Rudi, kelainan hipotiroid pada wanita risikonya lebih besar dibandingkan dengan pria. Diperkirakan sekitar 2,5 persen wanita hamil mengalami gangguan hormon tersebut.
"Oleh karena itu penting bagi wanita usia produktif mengetahui dirinya mengidap penyakit tersebut atau tidak. Apabila seorang wanita hamil terserang hipotiroid maka dikhawatirkan bayi yang dikandungnya lahir dengan keterbelakangan mental dan cacat fisik," ujarnya.
Sementara itu Ketua Kelompok Studi Tiroid Perkeni, Prof Dr Johan S Masjhur, mengatakan, sampai saat ini tidak ada data secara pasti mengenai prevalensi atau perbandingan jumlah penderita dengan populasi penduduk di suatu kawasan.
"Data yang kami miliki adalah dari rumah sakit yang menunjukkan 10-15 persen yang berobat ke bagian penyakit dalam diduga mengalami gangguan tiroid," ujarnya. (KR-IGT)