Perlu Technopreneur Untuk Percepatan Agribisnis Kelautan

id hasanuddin atjo

Perlu Technopreneur Untuk Percepatan Agribisnis Kelautan

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah Dr Ir H hasanuddin Atjo, MP (ANTARA/Nanang)

Percepatan implementasi agribisnis dan kelautan Sulawesi Tengah sangat bergantung kepada seberapa cepat dan besar investasi yang menggelinding atau digelindingkan untuk menggerakan sektor ini."
Sulawesi Tengah berobsesi sejajar dengan provinsi maju di timur Indonesia dalam mengembangkan agribisnis dan kelautan melalui sumberdaya manusia berdaya saing pada tahun 2020.

Agribisnis dikandung maksud bagaimana komoditi pada sektor perikanan, pertanian dan kehutanan dikerjakan secara terintegrasi dari hulu ke hilir dalam hal ini dimulai dari penyediaan bahan baku, penyediaan infrastruktur, penyediaan sumberdaya manusia dan transformasi sosial, dukungan pembiayaan, pengolahan menjadi produk jadi sampai kepada sistem logistik dan distribusinya (pemasaran). 

Paradigma pengembangan seperti ini pada sektor kelautan dan perikanan di era Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sharif Cicip Sutardjo dikenal dengan sebutan industrialisasi perikanan.

Secara umum ruang lingkup kelautan dimaksudkan bagaimana memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dimulai dari pemanfaatan potensi yang ada dipermukaan laut, antara permukaan dan dasar laut, yang ada di dasar laut sampai dengan yang ada di bawah dasar laut.

Konkritnya antara lain adalah pengembangan sumberdaya perikanan, wisata bahari atau jasa lingkungan, jasa transportasi laut, tambang dan mineral, energi, serta harta karun.  Bila batasan ini menjadi referensi, maka ruang lingkup visi Kelautan Sulawesi Tengah 2011-2016 menurut pemahaman penulis terbatas pada pemanfaatan sumberdaya perikanan dan jasa lingkungan.

Percepatan

Percepatan implementasi agribisnis dan kelautan Sulawesi Tengah sangat bergantung kepada seberapa cepat dan besar investasi yang menggelinding atau digelindingkan untuk menggerakan sektor ini. 

Terkait dengan itu, hasil survei The Economist sebuah jurnal internasional pada Januari 2013 menempatkan Indonenesia sebagai negara tujuan investasi nomor tiga di Asia setelah China dan India. Bahkan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Devolovment) mengemukakan bahwa Indonesia menjadi negara tujuan investasi nomor empat di dunia setelah China, Amerika Serikat dan India. 

Berdasarkan hal yang telah disebutkan menunjukkan bahwa Indonesia hingga saat ini pada dasarnya menjadi primadona bagi investor, namun investasi itu tentunya tidak menggelinding begitu saja karena harus ada faktor penarik yang membuat minat investor untuk berinvestasi meningkat terus.

Realitas menunjukkan faktor penarik itu dirasakan semakin berkurang karena adanya beberapa masalah domestik baik sifatnya struktural maupun non struktural. Global Competitivness Report (2012-2013) mendudukkan Indonesia di peringkat 50 dari 144 negara dalam iklim berinvestasi (di bawah Malaysia dan Thailand) di peringkat 25 dan 38.

Sebelumnya Indonesia di tahun 2012 berada di peringkat 46. Paling tidak ada empat faktor yang akan menjadi masalah domestik untuk investasi yaitu lemahnya (1) dukungan infrastruktur (listrik, air bersih, kawasan industri); (2) sistem logistik dan distribusi; (3) regulasi dan intervensi; (4) penyediaan sumberdaya manusia termasuk melahirkan sejumlah technopreneur.  

Dari uraian di atas menunjukkan secara umum Indonesia  menjadi salah satu primadona tujuan investasi, namun permasalahan domestik masih menjadi hambatan. Tentunya permasalahan domestik ini menjadi tugas pemerintah pusat dan daerah, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah untuk meminimalkannya.

Kalau empat masalah domestik ini dapat diminimalisasi maka insyah Allah percepatan implementasi agribisnis dan kelautan itu di daerah ini dapat kita raih.
    
Melahirkan technopreneur

Dalam tulisan sebelumnya, Sabtu 13 April 2013, disebutkan secara keseluruhan bahwa Sulawesi Tengah masih kekurangan technopreneur sekitar 52.000 orang termasuk yang menggerakkan sektor agribisnis dan kelautan, sebuah jumlah yang sangat besar sehingga diperlukan kerja keras dan dukungan anggaran yang memadai untuk melahirkan technopreneur-technopreneur baru. 

Bila kita ingin mendapatkan output atau luaran technopreneur yang berdaya saing  sebagaimana visi Pemerintah Sulawesi Tengah 2011-2016 maka secara teori strategi yang harus dilalui adalah dimulai dari penyusunan kerangka pikir, kemudian diikuti dengan penyusunan roadmap (peta jalan) dan kerangka operasional dilanjutkan dengan implementasi-evaluasi dan diakhiri dengan replikasi-replikasi.

Dari roadmap dan kerangka operasional yang dibuat sudah akan tergambar secara detail (1)  bagaimana kurikulum pada pendidikan dasar, menengah dan atas utumanya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan); (2) berapa besar dukungan pembiayaan, infrastruktur dan regulasi yang dibutuhkan; (3) bagaimana peran perguruan tinggi yang terkait agribisnis dan kelautan maupun peran SKPD; (4) bagaimana peran stakeholders lainnya seperti KADIN, dan lembaga pembiayaan. 

Disadari bahwa pekerjaan melahirkan technopreneur-technopreneur baru adalah bukan persoalan mudah, diperlukan kerja keras, cerdas, mawas, tuntas dan ikhlas. Sebuah slogan mengatakan bahwa: saya bisa, kita bisa dan pasti bisa. Insyah Allah. *) Kepala Dinas Kelautan & Perikanan Sulawesi Tengah