Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan ada dua investor asing yang potensial menjadi pemegang saham baru PT Bank Permata Tbk.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo di Jakarta, Jumat, mengungkapkan kedua investor tersebut adalah institusi keuangan terkemuka asal Jepang, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) dan satu lainnya adalah investor dari Bangkok, Thailand.
Namun, Slamet belum menyebutkan secara spesifik entitas investor dari Negeri Gajah Putih itu.
"Kayanya SMBC yang serius, dan dari (investor) Bangkok (Thailand)," ujar Slamet.
Sebelum penegasan dari pejabat OJK pada Jumat ini, terdapat kabar yang beredar bahwa entitas keuangan konglomerasi asal Singapura, DBS Group Holding dan Oversea-Chinese Banking Corp. (OCBC), juga pernah menjajaki kemungkinan membeli saham Permata. Mengenai kabar tersebut, Slamet menegaskan hingga saat ini investor yang menunjukkan keseriusannya terhadap Permata baru ada dua, yakni SMBC dan investor asal Bangkok.
"Kayanya tinggal dua, SMBC dan satu lagi itu," ujarnya.
Slamet juga membantah kabar bahwa ada investor dari domestik yang berminat masuk ke Permata.
"Sepertinya tidak," ujar dia.
Otoritas berharap investor asing yang nantinya resmi mengakuisisi Permata, memiliki komitmen untuk meningkatkan kontribusi perbankan berkode saham BNLI itu terhadap perekonomian nasional. Misalnya, dengan meningkatkan fungsi intermediasi Permata ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah, maupun ke sektor infrastruktur.
Informasi terkait akusisi Bank Permata ramai di pasar keuangan sejak awal tahun dan menjadi penggerak saham BNLI. PT Bank Mandiri Persero Tbk (BMRI) sempat menjajaki untuk membeli saham Permata. Namun bank pemerintah tersebut mundur dari proses akuisisi.
Lalu, muncul kabar beberapa bank asing yang tertarik untuk memiliki saham Bank Permata seperti OCBC, SMBC dan DBS Group Holding.
Kabar penjualan saham Bank Permata sejalan dengan keinginan salah satu pemegang saham Permata, Standart Chartered untuk mengurangi beban guna mengejar pertumbuhan konsolidasi. Bank tersebut berencana melepas operasional bisnis di negara yang dinilai memberikan imbal hasil (return) rendah.