Buku "Melawan Setan bermata runcing" ungkap akan substansi pendidikan
Pesan yang ingin saya sampaikan dalam tur bedah buku dan diskusi pendidikan 'Melawan Setan Bermata Runcing" itu adalah esensi dari pendidikan itu sendiri yang harus menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat dan kontekstual
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Salah satu penulis buku sekaligus pendiri Sokola Rimba (Sokola Institute) Butet Manurung mengatakan buku "Melawan Setan Bermata Runcing" mengungkap pentingnya substansi pendidikan yang sebenarnya dikisahkan melalui berbagai pengalaman sukarelawan pendidikan di daerah pedalaman.
"Pesan yang ingin saya sampaikan dalam tur bedah buku dan diskusi pendidikan 'Melawan Setan Bermata Runcing" itu adalah esensi dari pendidikan itu sendiri yang harus menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat dan kontekstual," katanya di sela-sela acara bedah buku di aula Radio Republik Indonesia (RRI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat sore.
Ia mengatakan pihak Sokola Institute ingin menekankan bahwa pendidikan seharusnya bisa menjawab persoalan yang dihadapi warga sehari-hari, sehingga bukan persoalan yang akan dihadapi puluhan tahun mendatang dan tidak berkaitan dengan kehidupan di lingkungan sekitar.
"Kalau di sekitar lingkungan terjadi banjir dan banyaknya sampah, maka anak-anak juga harus diajarkan tentang lingkungan yang ada di sekitarnya dan kontekstual dengan apa yang dihadapinya, sehingga ada penguatan identitas," tuturnya.
Ia memberikan contoh pada masyarakat adat di Jambi yang menyebut pensil atau pena adalah "setan bermata runcing", sehingga menolak saat relawan melakukan pendampingan kepada anak-anak rimba untuk belajar menulis dengan menggunakan pena atau pensil.
"Mereka mau belajar membaca dan menulis dengan menggunakan arang dan ranting, sehingga kami menggunakan ranting dan arang untuk mengajari mereka menulis di tanah dan tidak bisa dipaksakan dengan menggunakan pensil untuk mengajari mereka," katanya.
Berbagai pengalaman pahit yang dialami Butet dan kawan-kawan saat mengajari anak-anak rimba menulis dan membaca menjadi pelajaran yang berharga, sehingga kesalahan yang dilakukan tersebut tidak terulang dan mencoba memahami adat istiadatnya lebih dulu, sebelum terjun melakukan pendampingan.
Butet mengapresiasi banyaknya mahasiswa dan generasi muda yang antusias mengikuti kegiatan bedah buku "Melawan Setan Bermata Runcing" di beberapa daerah, termasuk di Kabupaten Jember.
"Peserta yang datang dalam acara bedah buku sebagian besar adalah anak muda dan itu menjadi poin tersendiri, bahkan mereka mengaku belajar dari Sokola Rimba, padahal kami tidak pernah bertemu, sehingga saya sangat optimistis ada semangat dan idealisme yang mereka ambil untuk diterapkan di sekolahnya," ujarnya.
Sementara perwakilan dari Dinas Pendidikan Jember Sri Kantono yang hadir dalam acara bedah buku dan diskusi tersebut mengapresiasi Sokola Institute yang melakukan pendampingan untuk belajar anak-anak rimba.
"Pengalaman yang disampaikan beberapa relawan cukup menarik dengan tidak meninggalkan kearifan lokal dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak rimba tersebut," katanya.
"Pesan yang ingin saya sampaikan dalam tur bedah buku dan diskusi pendidikan 'Melawan Setan Bermata Runcing" itu adalah esensi dari pendidikan itu sendiri yang harus menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat dan kontekstual," katanya di sela-sela acara bedah buku di aula Radio Republik Indonesia (RRI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat sore.
Ia mengatakan pihak Sokola Institute ingin menekankan bahwa pendidikan seharusnya bisa menjawab persoalan yang dihadapi warga sehari-hari, sehingga bukan persoalan yang akan dihadapi puluhan tahun mendatang dan tidak berkaitan dengan kehidupan di lingkungan sekitar.
"Kalau di sekitar lingkungan terjadi banjir dan banyaknya sampah, maka anak-anak juga harus diajarkan tentang lingkungan yang ada di sekitarnya dan kontekstual dengan apa yang dihadapinya, sehingga ada penguatan identitas," tuturnya.
Ia memberikan contoh pada masyarakat adat di Jambi yang menyebut pensil atau pena adalah "setan bermata runcing", sehingga menolak saat relawan melakukan pendampingan kepada anak-anak rimba untuk belajar menulis dengan menggunakan pena atau pensil.
"Mereka mau belajar membaca dan menulis dengan menggunakan arang dan ranting, sehingga kami menggunakan ranting dan arang untuk mengajari mereka menulis di tanah dan tidak bisa dipaksakan dengan menggunakan pensil untuk mengajari mereka," katanya.
Berbagai pengalaman pahit yang dialami Butet dan kawan-kawan saat mengajari anak-anak rimba menulis dan membaca menjadi pelajaran yang berharga, sehingga kesalahan yang dilakukan tersebut tidak terulang dan mencoba memahami adat istiadatnya lebih dulu, sebelum terjun melakukan pendampingan.
Butet mengapresiasi banyaknya mahasiswa dan generasi muda yang antusias mengikuti kegiatan bedah buku "Melawan Setan Bermata Runcing" di beberapa daerah, termasuk di Kabupaten Jember.
"Peserta yang datang dalam acara bedah buku sebagian besar adalah anak muda dan itu menjadi poin tersendiri, bahkan mereka mengaku belajar dari Sokola Rimba, padahal kami tidak pernah bertemu, sehingga saya sangat optimistis ada semangat dan idealisme yang mereka ambil untuk diterapkan di sekolahnya," ujarnya.
Sementara perwakilan dari Dinas Pendidikan Jember Sri Kantono yang hadir dalam acara bedah buku dan diskusi tersebut mengapresiasi Sokola Institute yang melakukan pendampingan untuk belajar anak-anak rimba.
"Pengalaman yang disampaikan beberapa relawan cukup menarik dengan tidak meninggalkan kearifan lokal dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak rimba tersebut," katanya.