Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan mengungkap jenis obat sirop yang dikonsumsi korban meninggal dunia akibat Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Jakarta, Rabu (1/2), bermerk Praxion yang dibeli di apotek.
"Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan penambahan jumlah kasus GGAPA yang tercatat pada tahun ini yaitu satu kasus konfirmasi dan satu kasus suspek. Seluruhnya dilaporkan Dinkes DKI Jakarta.
Satu Kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia satu tahun. Kronologi kasus dimulai saat korban mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Pada 28 Januari 2023 pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria), kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan. Tiga hari berselang, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan ada gejala GGAPA, kata Syahril, maka pihak rumah sakit memutuskan untuk merujuk pasien ke RSCM. Tapi keluarga menolak dan meminta pulang.
Pada 1 Februari 2023 orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD dan pasien sudah mulai buang air kecil.
Di saat bersamaan, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole, tapi 3 jam berselang saat di RSCM, pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 23.00 WIB, kata Syahril.
Kronologi pasien suspek dialami seorang anak berusia 7 tahun. Ia mengalami demam pada 26 Januari 2023, kemudian mengonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.
Empat hari berselang, pasien mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari puskesmas. Pada 1 Februari 2023 pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Keesokan harinya pasien dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
"Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini," katanya.
Kemenkes bekerja sama dengan IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, guru besar, dan Puslabfor Polri, melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut yang dialami pasien tersebut.
Kemenkes mengumumkan bahwa ambang batas aman cemaran EG/DEG pada bahan baku pelarut sirop obat Propilen Glikol ditetapkan kurang dari 0,1 persen, sedangkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG pada sirup obat tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Jika bahan baku tersebut melampaui ketentuan ambang batas aman, maka berisiko memicu kerusakan ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal akut.
Berita Terkait
Imigrasi Surabaya gagalkan lima WNI terduga penjual ginjal ke India
Senin, 11 November 2024 15:48 Wib
Manfaat program JKN bantu Wayan jalani operasi batu ginjal di Kota Palu
Senin, 30 September 2024 8:25 Wib
Adli andalkan JKN untuk ibunya yang divonis gagal ginjal
Senin, 23 September 2024 9:10 Wib
Rekomendasi pola makan untuk menjaga kesehatan ginjal
Selasa, 19 Maret 2024 9:05 Wib
Periksa fungsi ginjal dan urin efektif cegah penyakit ginjal kronis
Jumat, 23 Februari 2024 14:27 Wib
"Finerenone" jadi obat baru tangani penyakit ginjal kronis
Senin, 15 Januari 2024 15:43 Wib
KPAI apresiasi pemberian santunan korban gagal ginjal akut progresif atipikal
Minggu, 1 Oktober 2023 6:54 Wib
Presiden Jokowi setujui pemberian bantuan untuk korban gagal ginjal akut
Kamis, 28 September 2023 10:51 Wib