Hal tersebut disampaikan Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam pembukaan Pertemuan Tahunan ke-57 Dewan Gubernur ADB di Tbilisi, Georgia, Sabtu.
"Kita bersatu pada saat masyarakat di wilayah kita menghadapi tantangan yang memerlukan perhatian dan koordinasi yang erat. Dampak perubahan iklim tidak henti-hentinya, dan risiko konflik dan krisis dapat dengan cepat melemahkan penghidupan dan bahkan kelangsungan hidup masyarakat," kata Masatsugu.
Untuk itu, pembangunan ke depan juga harus memprioritaskan ketahanan dan kesiapsiagaan menghadapi perubahan iklim dan dampaknya. Kondisi tersebut membutuhkan aksi nyata dari seluruh pihak sehingga bisa bekerja sama membangun jembatan menuju masa depan yang sejahtera, inklusif, berketahanan, dan berkelanjutan.
"Ancaman perubahan iklim ini tidak bisa diabaikan, dan respons kita tidak bisa ditunda," ujarnya.
Lebih lanjut ia menuturkan tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat. Tekanan panas telah berdampak terhadap masyarakat dan menjadi ancaman terhadap pembangunan di masa depan.
Tanaman pangan dan sistem pangan semakin rentan. Mencairnya gletser menyebabkan kerusakan besar di bagian hilir. Selain itu, para pekerja, mulai dari ladang hingga pabrik, terutama perempuan, sangat menderita akibat tekanan panas.
Tekanan panas merupakan ancaman besar dalam berbagai dimensi mulai dari ketahanan pangan, infrastruktur, sumber daya air, kesehatan, pekerjaan, hingga kesetaraan gender.
"Oleh karena itu, masa depan bergantung pada bagaimana kita mendukung masyarakat, sektor, dan ekosistem yang terkena dampak panas," tuturnya.
Dalam acara tersebut, Presiden ADB juga menekankan pentingnya pemanfaatan kecerdasan artifisial untuk pertumbuhan inklusif, sekaligus memastikan penerapan kecerdasan artifisial yang bertanggung jawab dan memitigasi risiko seperti bias dan kurangnya transparansi.
Masatsugu juga menyoroti tentang globalisasi dan menganjurkan kerja sama regional yang lebih dalam untuk membangun perekonomian yang lebih ramah lingkungan dan terbuka, menolak proteksionisme demi memperkuat rantai pasokan yang tangguh dan mengurangi emisi karbon.
Selain itu, ia juga mengatakan pentingnya mendukung kelompok masyarakat yang paling rentan, termasuk mereka yang berada di negara-negara kepulauan kecil, melalui pembiayaan lunak dan inisiatif pembangunan inklusif.
"Jembatan kita menuju masa depan tidak boleh mengabaikan mereka yang paling membutuhkan," katanya.
Masyarakat termiskin dan paling rentan, termasuk yang tinggal di negara-negara kepulauan kecil, menghadapi beban terberat akibat perubahan iklim, guncangan ekonomi, dan konflik.
Pembiayaan harus terus mencakup sumber daya dengan persyaratan lunak, termasuk hibah.
"Mari kita maju bersama, membangun jembatan menuju Asia dan Pasifik yang lebih sejahtera, inklusif, berketahanan, dan berkelanjutan," ujarnya.
Asian Development Bank (ADB) dan para donor menyetujui penambahan dana sebesar 5 miliar dolar AS untuk Dana Pembangunan Asia atau Asian Development Fund (ADF) 14 dan Technical Assistance Special Fund (TASF) 8 milik ADB.
Penambahan dana ADF 14 untuk mendukung masyarakat paling rentan di Asia dan Pasifik tersebut disepakati dalam Pertemuan Tahunan ke-57 ADB di Tbilisi, Georgia.
ADF 14 memprioritaskan bantuan khusus kepada negara-negara berkembang kepulauan kecil yang sangat rentan terutama terhadap perubahan iklim, dan kepada negara-negara yang berada dalam situasi rentan dan terkena dampak konflik.