Opini - Sikola Mombine dan kegiatan kemanusiaan pascabencana Sulteng (2)

id sikolah mombine,setahun bencana pasigala,setahun bencana sulteng,sulteng bangkit

Opini - Sikola Mombine dan kegiatan kemanusiaan pascabencana Sulteng (2)

Ilustrasi - Salahs atu bentuk kegiatan Sikolah Mombine dalam mengangkat harkat perempuan pascabencana Sulteng. (ANTARA/HO-Sikolah Mombine)

Lembaga lokal perlu membangun mekanisme sosial di tingkat masyarakat, agar kejadian 'bila tidak ada bantuan, masyarakat tidak akan hadir' tidak terjadi lagi. 
Palu (ANTARA) - Yayasan Sikola Mombine mendapatkan penguatan kapasitas kelembagaan dari berbagai organisasi, seperti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), The Asia Foundation, UNWomen dan Peace Generation Indonesia. 

Peningkatan Kapasitas yang diberikan oleh YAPPIKA-Action Aid sebagai Lembaga mitra berupa pelatihan manajemen keuangan, melakukan identifikasi penerima manfaat, merancang program, peningkatan kapasitas di bidang fotografi dan pelatihan protection bagi Program Officer, Community Organizer dan Vocal Point. 

Pascabencana, terjadi perluasan sumber daya staf di Sikola Mombine, dari 10 orang staf menjadi 22 orang staf yang menjalankan 2 program yakni dari The Asia Foundation dan YAPPIKA-Action Aid. Pertemuan-pertemuan yang diinisiasi oleh lembaga internasional seperti rapat cluster dinilai tidak memberikan rekomendasi terhadap perbaikan kebijakan maupun strategi dalam proses penanganan bencana dan pemulihan hak dasar korban karena pelibatan lembaga lokal didalamnya yang terbatas, lembaga lokal tidak memiliki posisi tawar ketika berhadapan dengan lembaga internasional, mengakibatkan beberapa lembaga lokal menarik diri. 

Selain itu, dikarenakan pertemuan tersebut sifatnya intens dilakukan, lembaga lokal justru lebih memilih untuk memprioritaskan pertemuan di tingkat komunitas yang sifatnya lebih kepada penguatan dan pemberdayaan masyarakat korban daripada mengikuti pertemuan kluster yang cukup menyita waktu dan energi.

Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dan diperkuat dalam rangka pengurangan risiko bencana pada tingkatan lembaga lokal adalah perlunya mengintegrasikan mitigasi bencana dan manajemen kedaruratan didalam penyusunan program dan kebijakan lembaga lokal. Sistem peringatan dini di kantor dan jalur evakuasi perlu dibuat, harus ada prosedur darurat dalam organisasi untuk keselamatan staf serta penguatan kapasitas staf dalam hal mitigasi bencana, karena hanya orang yang selamat yang dapat membantu orang lain, serta pelibatan komunitas didalam proses mitigasi bencana.

Melalui kerjasama dan dukungan kemitraan internasional, lembaga lokal mendapatkan kesempatan untuk mengakses sumber daya, mendapatkan kompetensi baru dan memperkuat kapasitas sumber daya manusia lembaga lokal. 

Dilain pihak, kehadiran lembaga internasional didalam menjalankan programnya cenderung tidak menaruh kepercayaan terhadap kinerja lembaga lokal sebagai mitra, di mana mitra internasional sering melakukan pemeriksaan mendadak untuk mengawasi pekerjaan di lapangan, menerapkan keputusan tiba-tiba yang tidak sejalan dengan nilai dan prinsip lembaga lokal, menempatkan lembaga lokal sebagai pekerja dan bukan sebagai mitra serta seringnya keterlibatan lembaga lokal dalam urusan teknis administrasi program, sehingga menyebabkan hal yang menjadi substansi kurang diperhatikan. 

Mitra internasional terkadang tidak fleksibel terhadap perubahan situasi yang terjadi di lapangan, ditambah lagi dengan administrasi yang sifatnya kaku. Untuk itu, lembaga lokal perlu menguatkan posisi tawar ketika melakukan kerjasama dengan mitra internasional, agar skema dan model pendekatan yang dibangun di tingkat komunitas berdasar pada kebutuhan masyarakat, tepat sasaran, berprespektif gender, berkelanjutan serta tidak berbenturan dengan prinsip lembaga lokal.

Lembaga lokal perlu membangun mekanisme sosial di tingkat masyarakat, agar kejadian 'bila tidak ada bantuan, masyarakat tidak akan hadir' tidak terjadi lagi. 

Mekanisme sosial dibangun agar model pendekatan yang digunakan oleh mitra internasional seperti pemberian bantuan tidak akan mengacaukan pola pendekatan yang selama ini telah dibangun oleh lembaga lokal di tingkat masyarakat, mengingat pasca hilir mudiknya bantuan yang datang di tenda-tenda pengungsian maupun di hunian sementara, baik bantuan yang berasal dari lembaga internasional maupun pemerintah justru menjadikan masyarakat saat ini tidak lagi mengkhawatirkan akan terjadinya bencana yang sewaktu-waktu bisa terulang kembali, masyarakat saat ini malah takut kalau tidak mendapat bantuan.