Dubes Inggris ajak Indonesia lindungi kebebasan pers di tengah pandemi
Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins mengatakan bahwa pandemi COVID-19 telah memperburuk ancaman terhadap kebebasan dan independensi media secara global, dan mengajak Indonesia untuk bersama-sama memberikan perlindungan bagi ekosistem pers.
"Kita harus menentang semua upaya, oleh negara manapun, untuk menggunakan pandemi ini, sebagai alasan untuk membatasi kebebasan pers, membungkam perdebatan, menyalahgunakan tugas jurnalis, atau menyebarkan informasi yang salah," kata Jenkins dalam pidatonya untuk sebuah webinar, Jumat.
Dubes Jenkins juga menyoroti perihal kesalahan informasi dan disinformasi terkait vaksin COVID-19, dengan merujuk pada langkah Inggris yang sudah memulai program vaksinasi pada pekan ini dan Indonesia yang juga akan segera melakukan hal serupa.
"Tetapi ada keraguan di tengah masyarakat, tentang vaksin, sebagian disebabkan oleh penyebaran informasi yang salah. [...] Hal ini karena adanya kekhawatiran, seputar pengambilan vaksin, termasuk keamanan, efektivitas, dan kehalalan," ujar Jenkins.
Di samping itu, Dubes Jenkins menyinggung mengenai pukulan ekonomi akibat pandemi yang membuat "banyak perusahaan media ditutup dan mengurangi liputannya, serta para jurnalis yang terkena pemutusan hubungan kerja karena penurunan pendapatan."
Terkait kondisi itu, menurut Jenkins, Inggris mengambil lima langkah strategis dalam kerangka prioritas utama negara itu untuk mewujudkan kebebasan pers dan pelindungan jurnalis, salah satunya mengembangkan Rencana Aksi Nasional Inggris untuk Keselamatan Jurnalis.
Sementara Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh menyampaikan bahwa di Indonesia sendiri harus dikembangkan fungsi dialektika dengan pembukaan diskursus publik untuk mencapai kebebasan pers "karena kekayaan kita bukan pada keseragaman, melainkan keragaman."
"Kita sudah tahu bahwa kita mempunyai keragaman etnis dan segala macam yang lain, maka konsekuensi-nya adalah kita juga mempunyai keberagaman pikiran. Oleh karena itu, tidak boleh ada narasi tunggal," ujar Muhammad Nuh.
"Kita harus menentang semua upaya, oleh negara manapun, untuk menggunakan pandemi ini, sebagai alasan untuk membatasi kebebasan pers, membungkam perdebatan, menyalahgunakan tugas jurnalis, atau menyebarkan informasi yang salah," kata Jenkins dalam pidatonya untuk sebuah webinar, Jumat.
Dubes Jenkins juga menyoroti perihal kesalahan informasi dan disinformasi terkait vaksin COVID-19, dengan merujuk pada langkah Inggris yang sudah memulai program vaksinasi pada pekan ini dan Indonesia yang juga akan segera melakukan hal serupa.
"Tetapi ada keraguan di tengah masyarakat, tentang vaksin, sebagian disebabkan oleh penyebaran informasi yang salah. [...] Hal ini karena adanya kekhawatiran, seputar pengambilan vaksin, termasuk keamanan, efektivitas, dan kehalalan," ujar Jenkins.
Di samping itu, Dubes Jenkins menyinggung mengenai pukulan ekonomi akibat pandemi yang membuat "banyak perusahaan media ditutup dan mengurangi liputannya, serta para jurnalis yang terkena pemutusan hubungan kerja karena penurunan pendapatan."
Terkait kondisi itu, menurut Jenkins, Inggris mengambil lima langkah strategis dalam kerangka prioritas utama negara itu untuk mewujudkan kebebasan pers dan pelindungan jurnalis, salah satunya mengembangkan Rencana Aksi Nasional Inggris untuk Keselamatan Jurnalis.
Sementara Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh menyampaikan bahwa di Indonesia sendiri harus dikembangkan fungsi dialektika dengan pembukaan diskursus publik untuk mencapai kebebasan pers "karena kekayaan kita bukan pada keseragaman, melainkan keragaman."
"Kita sudah tahu bahwa kita mempunyai keragaman etnis dan segala macam yang lain, maka konsekuensi-nya adalah kita juga mempunyai keberagaman pikiran. Oleh karena itu, tidak boleh ada narasi tunggal," ujar Muhammad Nuh.