Kekerasan terhadap perempuan didominasi kasus KDRT

id Ratna Susianawati,Kekerasan dalam rumah tangga,KDRT,kekerasan terhadap perempuan,UU TPKS

Kekerasan terhadap perempuan didominasi kasus KDRT

Dari kiri ke kanan: Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen-PPPA Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Pribudiarta Nur Sitepu, Menteri PPPA Bintang Puspayoga, dan Plt Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Titi Eko Rahayu dalam konferensi pers Capaian KemenPPPA Tahun 2023 dan Resolusi Tahun 2024, di Jakarta, Jumat (5/1/2024). (ANTARA/ Anita Permata Dewi)

Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) Ratna Susianawati menyebut dari kasus kekerasan terhadap perempuan saat ini masih didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga.

"Dari dominasi kasus-kasus yang masuk di SAPA 129 atau Simponi PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), memang untuk kasus kekerasan terhadap perempuan masih didominasi dengan KDRT," kata Ratna Susianawati di Jakarta, Jumat.

Kemudian jenis kekerasan yang mendominasi adalah kekerasan fisik.

Ratna Susianawati juga menyoroti tentang semakin maraknya kekerasan berbasis gender online saat ini.

"Kasus-kasus gender lainnya dengan maraknya digitalisasi, maraknya teknologi, kekerasan berbasis gender online saat ini semakin marak," katanya.

Sementara untuk kasus kekerasan seksual, tercatat didominasi oleh korban anak-anak.

Ratna Susianawati mengatakan KemenPPPA terus melakukan upaya-upaya untuk menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, utamanya dari penguatan sisi hulu, yakni pencegahan.

"Pencegahan ini yang menjadi utama, kemudian bagaimana kalau sudah terjadi kasus? Kita tentunya lari kepada hal-hal yang sifatnya kuratif, penanganan," kata Ratna Susianawati.

Upaya penanganan, kata dia, dilakukan melalui lembaga-lembaga layanan yang ada.

"Dengan adanya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, konteks untuk sinergi pelayanan ini menjadi semakin kuat, karena selain lembaga layanan berbasis masyarakat juga ada lembaga-lembaga lainnya yang tentunya sesuai dengan aturan perundangan akan berkolaborasi dengan lembaga layanan milik pemerintah untuk menguatkan dari mulai pencegahan, penanganan, perlindungan, dan penegakan hukum," kata Ratna Susianawati.*