Pascagempa kekerasan perempuan cenderung terjadi di pengungsian

id Fisip,kekerasan perempuan, Untad, palu

Pascagempa kekerasan perempuan cenderung terjadi di pengungsian

Suasana seminar nasional bertajuk gender, feminitas dan seksualitas dalam kebijakan kebencanaan di Sulawesi Tengah sebagai rangkaian memperingati hari anti kekerasan terhadap perempuan berlangsung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako yang dihadiri dosen dan para mahasiswa, Senin (25/11/2019). (ANTARA/HO-Ahsanu Rahman)

Masih sering ditemukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tindakan asusila lainnya yang melanggar norma-norma kehidupan
Palu (ANTARA) - Kekerasan teradap perempuan masih cenderung terjadi di Hunian Sementara (Huntara) atau tempat pengungsian bagi korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Provinsi Sulawesi Tengah.

"Masih sering ditemukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tindakan asusila lainnya yang melanggar norma-norma kehidupan," kata Prof Nurul Ilmi Idrus, M. Sc., Ph.D saat menyampaikan materinya dalam seminar bertajuk gender feminitas dan seksualitas dalam kebijakan kebencanaan di Sulawesi Tengah berlangsung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNTAD Palu, Senin.

Rektor Universitas Muslim Maros, Sulawesi Selatan ini menjelaskan, kasus-kasus kekerasan gender masih menjadi polemik, olehnya semuah pihak memiliki peran dan tanggung jawab terhadap perlindungan perempuan. Di temukan sejumlah kasus antara lain pengintipan, pelecehan seksual berat, percobaan pemerkosaan dan pencabulan temasuk perkawinan anak.

Menurutnya, kekerasan berbasis gender adalah suatu tindakan kekerasan yang terjadi pada seseorang berdasarkan perbedaan status sosial yang berlaku antara pria dan wanita.

"Kekerasan berbasis gender di dunia paling banyak menimpa kaum perempuan dan anak-anak perempuan, ujar Nurul yang juga guru besar Antropologi Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar ini.

Baca juga: Kasus pelecehan seksual masih rentan di pengungsian

Ketua Komisi A DPRD Palu Muthmainnah Korona saat memaparkan materinya mengatakan, guna memenuhi hak korban kekerasan, maka pemerintah setempat perlu melakukan pendampingan gender terhadap kelompok-kelompok rentan bagi penyintas, termasuk memastikan keamana fisik mereka dari tindakan kekerasan seksual.

"Pemerintah juga harus menjamin privasi dan kerahasiaan pribadi korban serta memastikan tanggap medis baku terhadap mereka yang selamat dari kekerasan seksual," Ucap politisi Fraksi Partai NasDem. 

Drs Irwan M Hidayana, M.A., Ph.D yang juga sebagai narasumber dalam seminar tersebut menjelaskan, di lihat dari sudut pandang antropologi, fenomena bencana alam dan bencana karena ulah manusia bukan bidang kajian baru dalam antropologi. 

Sebab, studi-studi antropologi menyangkut kebencanaan sudah dilakukan sejak tahun 80-an dengan salah satu metode pendekatan prosesual menyoroti kondisi pra-bencana, bencana dan penanggulangan sebagai peristiwa berkesinambungan.

"Bencana harus dilihat sebagai fenomena sosial yang kompleks dari pada sebagai fenomena alamiah semata. Kejadia bencana seringkali mengguncang struktur dan organisasi masyarakat yang mengakibatkan terjadi perubahan sosial dan budaya," ungkap Irwan yang juga Donsen FISIP Universitas Indonesia (UI).

Seminar nasional yang di gelar Program Studi Antropologi FISIP UNTAD sebagi rangakain memperingati hari anti kekerasan terhadap perempun yang jatuh pada tanggal 25 November, dimana kegiatan itu di hadiri Dekan FISIP UNTAD Dr Muhammad Khairil, S.Ag., M.Si dan pejabat di lingkungan fakultas tersebut serta para mahasiswa.

Melalui seminar ini, diharapkan kampanye anti kekerasan terhap perempuan terus di galakkan agar tingkat kekerasan bisa di tekan dan diminimalisir, sebagai upaya mengurangi risiko kekerasan gender.