Bank Dunia desak negara lepas kelebihan vaksin COVID-19
Washington (ANTARA) - Presiden Bank Dunia David Malpass dan Jose Manuel Barroso, ketua aliansi vaksin Gavi, pada Senin (12/4) membahas pentingnya negara-negara dengan pasokan berlebih vaksin COVID-19 melepaskan kelebihan itu sesegera mungkin, kata Bank Dunia.
Malpass menyatakan keinginannya untuk bekerja sama dengan Gavi mengenai strategi 2022, termasuk membantu memperluas kapasitas produksi vaksin untuk negara berkembang, kata bank itu dalam sebuah pernyataan.
Kedua pejabat itu juga membahas perlunya negara, pemasok, dan mitra pembangunan lebih transparan tentang kontrak vaksin, dan mengenai ekspor nasional serta komitmen dan persyaratan pasokan, kata bank itu.
"Dalam pertemuan mereka, Malpass dan Barroso membahas tantangan mengatasi akuisisi dan penyebaran vaksin COVID-19 oleh negara-negara berkembang dan pentingnya negara-negara dengan pasokan vaksin berlebih untuk melepaskannya sesegera mungkin," katanya.
Malpass telah melontarkan tentang perlunya mempercepat vaksinasi untuk mengatasi pandemi dan membatasi kerusakan ekonomi lebih lanjut. Pekan lalu, dia memperingatkan lambatnya vaksinasi di Eropa dapat membebani pertumbuhan ekonomi kawasan.
Pada Senin, bank itu mengatakan telah berkomitmen mengeluarkan 1,7 miliar dolar AS (Rp24,8 triliun) dari 12 miliar dolar (Rp175,4 triliun) yang telah disediakan untuk pengembangan, distribusi dan produksi vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sekitar 4 miliar dolar (Rp58,4 triliun) diharapkan akan disetujui pada pertengahan tahun.
Malpass mengatakan dana itu dapat digunakan untuk melakukan pembayaran bersama untuk inisiatif distribusi vaksin COVAX, dan untuk membeli dosis tambahan di luar cakupan populasi dasar 20 persen.
Dengan varian baru virus yang muncul, pejabat kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa dunia bisa kalah dalam perlombaan antara virus corona dan vaksin --yang dimaksudkan untuk menghentikan virus tersebut-- karena lambatnya laju vaksinasi di negara berkembang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak berbagai pihak untuk lebih menunjukkan kemauan politik untuk meningkatkan produksi vaksin COVID-19 dan berbagi pasokan, termasuk melalui keringanan pembelian hak kekayaan intelektual vaksin melalui WHO.
Sumber: Reuters
Malpass menyatakan keinginannya untuk bekerja sama dengan Gavi mengenai strategi 2022, termasuk membantu memperluas kapasitas produksi vaksin untuk negara berkembang, kata bank itu dalam sebuah pernyataan.
Kedua pejabat itu juga membahas perlunya negara, pemasok, dan mitra pembangunan lebih transparan tentang kontrak vaksin, dan mengenai ekspor nasional serta komitmen dan persyaratan pasokan, kata bank itu.
"Dalam pertemuan mereka, Malpass dan Barroso membahas tantangan mengatasi akuisisi dan penyebaran vaksin COVID-19 oleh negara-negara berkembang dan pentingnya negara-negara dengan pasokan vaksin berlebih untuk melepaskannya sesegera mungkin," katanya.
Malpass telah melontarkan tentang perlunya mempercepat vaksinasi untuk mengatasi pandemi dan membatasi kerusakan ekonomi lebih lanjut. Pekan lalu, dia memperingatkan lambatnya vaksinasi di Eropa dapat membebani pertumbuhan ekonomi kawasan.
Pada Senin, bank itu mengatakan telah berkomitmen mengeluarkan 1,7 miliar dolar AS (Rp24,8 triliun) dari 12 miliar dolar (Rp175,4 triliun) yang telah disediakan untuk pengembangan, distribusi dan produksi vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sekitar 4 miliar dolar (Rp58,4 triliun) diharapkan akan disetujui pada pertengahan tahun.
Malpass mengatakan dana itu dapat digunakan untuk melakukan pembayaran bersama untuk inisiatif distribusi vaksin COVAX, dan untuk membeli dosis tambahan di luar cakupan populasi dasar 20 persen.
Dengan varian baru virus yang muncul, pejabat kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa dunia bisa kalah dalam perlombaan antara virus corona dan vaksin --yang dimaksudkan untuk menghentikan virus tersebut-- karena lambatnya laju vaksinasi di negara berkembang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak berbagai pihak untuk lebih menunjukkan kemauan politik untuk meningkatkan produksi vaksin COVID-19 dan berbagi pasokan, termasuk melalui keringanan pembelian hak kekayaan intelektual vaksin melalui WHO.
Sumber: Reuters