Manado, (antarasulteng.com) - Pengamat ekonomi dari Universitas Sam Ratulangi Agus Tony Poputra menyatakan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA, akan mengubah posisi strategis daerah perbatasan
"Daerah perbatasan bukan lagi daerah belas kasihan. Dengan MEA khususnya yang berbatasan dengan negara-negara ASEAN lainnya, dari daerah pinggiran menjadi daerah sentral," kata Agus di Manado, Senin.
Posisi strategis tersebut, kata Agus, sangat menentukan posisi persaingan bisnis Indonesia dalam MEA dan menentukan apakah Indonesia mendapat manfaat ataupun sekedar menjadi "korban".
Sejak Indonesia merdeka, katanya, kebijakan pembangunan daerah perbatasan lebih didasarkan pada pendekatan keamanan, bukannya pendekatan kesejahteraan maupun ekonomi.
Pendekatan ini membuat kondisi ekonomi dan sosial di daerah perbatasan Indonesia jauh tertinggal dibanding daerah lain di Indonesia dan juga dengan daerah perbatasan negara tetangga, katanya.
Sesungguhnya pendekatan keamanan tanpa memberi perhatian yang mencukupi untuk peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan justru mengancam tercapainya tujuan pendekatan keamanan itu sendiri, katanya.
Ketimpangan tersebut, ujar dia, dirasakan oleh masyarakat di perbatasan dan menyentuh rasa keadilan dan nasionalisme mereka.
Kondisi akan mempersulit posisi Indonesia saat ada persoalan perbatasan. Situasi tersebut sangat krusial terutama saat ini banyak negara di kawasan Asia Pasifik saling klaim terhadap daerah perbatasannya, katanya.
Pemerintah, menurut dia, saat ini mulai sadar akan pentingnya pendekatan kesejahteraan. Namun tindakan di lapangan tampaknya baru pada tataran belas kasihan.
Program pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan Indonesia saat ini belum menyentuh pada penuntasan kendala-kendala perdagangan di daerah perbatasan, katanya.
Pembangunan daerah perbatasan, katanya, seharusnya dilakukan secara komprehensif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang bermakna. Tidak sekedar untuk kepentingan masyarakat di daerah perbatasan, melainkan lebih dari itu yakni menunjang kepentingan ekonomi nasional secara luas.
"Oleh sebab itu butuh perubahan paradigma dalam pembangunan daerah perbatasan," jelasnya.
Perubahan paradigma pembangunan tersebut diarahkan pada pembangunan yang berorientasi pada kepentingan ekonomi Indonesia di kawasan Asean, serentak dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.