Pembalakan hutan secara liar pemicu banjir bandang di Pasaman

id Banjir bandang, berita banjir, bencana hidrometeorologi

Pembalakan hutan secara liar pemicu banjir bandang di Pasaman

Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Suharjono. (ANTARA/HO-Humas DPRD Sumbar).

Padang (ANTARA) - Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Suharjono mengungkapkan bahwa aktivitas pembalakan liar (ilegal logging) merupakan salah satu pemicu terjadinya banjir bandang di Kabupaten Pasaman.

"Salah satu pemicu seringnya terjadi banjir bandang di Kabupaten Pasaman karena maraknya pembalakan liar," kata Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Sumbar Suharjono di Padang, Rabu.

Selain meresahkan masyarakat, pembalakan liar juga mengancam stabilitas lingkungan hidup. Imbasnya, luasan hutan di Kabupaten Pasaman semakin berkurang sehingga fungsinya sebagai penahan air tidak bekerja maksimal.

"Kita berharap adanya sinergisitas masyarakat dengan unsur terkait untuk mengantisipasi pembalakan liar," ajak dia.

Menurut dia, masyarakat bersama seluruh unsur terkait harus bekerja sama untuk menjaga kelestarian lingkungan. Apalagi, Kabupaten Pasaman salah satu daerah yang rawan bencana hidrometeorologi.

"Beberapa daerah di Kabupaten Pasaman belakangan ini dilanda banjir, dan terakhir banjir melanda pemukiman masyarakat di sekitar daerah aliran sungai Batang Beringin," ucap dia.

Pada kesempatan itu, ia mengingatkan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Secara garis besar Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan untuk mencapai keselarasan antara hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Tidak hanya itu, perda tersebut juga bertujuan menjaga terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam dengan baik.

Selain menyoroti aktivitas pembalakan liar, ia juga menyinggung minimnya sarana atau tempat pembuangan sampah di Kecamatan Rao Selatan. Di kecamatan tersebut terdata sekitar 40 ribu warga yang kesulitan membuang sampah rumah tangga. Sebab, hingga kini di daerah itu belum ada tempat pembuangan akhir.

"DPRD akan mencarikan solusi untuk permasalahan ini bersama pemerintah provinsi supaya pengelolaan sampah berjalan optimal," katanya.