Sekjen Ombudsman RI paparkan poin penting untuk revisi UU
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ombudsman RI Suganda Pandapotan Pasaribu memaparkan sejumlah poin penting masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI (UU Ombudsman) guna memperkuat pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Tanah Air.
"Ini poin-poin penting yang mungkin kami juga perlu sokongan dari semua stakeholder yang ada, bagaimana kalau kita ingin pelayanan publik ini bagus tentunya pengawas pelayanan publiknya juga harus bagus,” kata Suganda dalam seminar bertajuk Transformasi Pelayanan Publik dan Penguatan Pranata Pengawasan dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Suganda menyebut poin pertama adalah kedudukan pimpinan Ombudsman sebagai pejabat negara. Hal tersebut untuk memperkuat posisi Ombudsman dalam ketatanegaraan sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik dan memudahkan koordinasi dalam pengawasan.
Selain itu, kata dia, juga penguatan struktur organisasi. Ombudsman mempunyai perwakilan di semua provinsi, bahkan kabupaten/kota.
"Akan tetapi, dengan kondisi kami yang ada walaupun sampai saat sekarang, kami masih berjalan, tetapi kami juga menginginkan ada penambahan," ujarnya.
Poin ketiga, lanjut dia, adalah perlindungan pelapor dan pihak terkait guna menjamin keamanan, keselamatan, dan hajat hidup yang merupakan hak-hak pelapor atau pihak terkait sehingga membantu pula jalannya pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik.
Poin keempat, tambah dia, adalah penguatan rekomendasi Ombudsman dengan adanya sanksi apabila rekomendasi tidak dilaksanakan oleh terlapor dan/atau atasan terlapor.
"Kami juga menginginkan bahwa penguatan rekomendasi ini adanya sanksi apabila tidak dilakukan walaupun memang sudah ada tanpa itu. Akan tetapi ini, akan lebih kuat sehingga fungsi dan kedudukan Ombudsman ini bisa lebih kuat lagi dalam mengawasi pelayanan publik," paparnya.
Poin terakhir, kata Suganda, adalah penjabaran tugas pencegahan malaadministrasi yang selama ini telah dilaksanakan, yaitu melakukan kajian kebijakan terkait pelayanan publik, penilaian kualitas pelayanan publik, membangun pengetahuan dan kompetensi terkait pencegahan malaadministrasi, dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik.
Suganda menambahkan bahwa Ombudsman memerlukan pula dukungan dari segi anggaran dalam menjalankan fungsi pengawasannya yang meliputi seluruh kabupaten/kota maupun kementerian/lembaga di Indonesia.
"Tidak hanya transformasi dari sisi sumber daya manusia dan sebagainya, tetapi dalam sisi anggaran juga perlu untuk diperkuat," kata dia.
Selain Suganda, seminar yang digelar dalam rangka memperingati HUT Ke-24 Ombudsman RI pada tanggal 10 Maret itu dihadiri sejumlah narasumber, yaitu Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI Razilu, Asisten Deputi Perumusan Sistem dan Strategi Kebijakan Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Muhammad Yusuf, dan Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul.
Sebelumnya, 3 Oktober 2023, Rapat Paripurna Ke-7 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023—2024 menyetujui Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI menjadi usul DPR. Persetujuan itu diambil setelah sembilan fraksi di parlemen menyampaikan pendapat fraksi secara tertulis terhadap RUU tersebut kepada pimpinan dewan.
"Ini poin-poin penting yang mungkin kami juga perlu sokongan dari semua stakeholder yang ada, bagaimana kalau kita ingin pelayanan publik ini bagus tentunya pengawas pelayanan publiknya juga harus bagus,” kata Suganda dalam seminar bertajuk Transformasi Pelayanan Publik dan Penguatan Pranata Pengawasan dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Suganda menyebut poin pertama adalah kedudukan pimpinan Ombudsman sebagai pejabat negara. Hal tersebut untuk memperkuat posisi Ombudsman dalam ketatanegaraan sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik dan memudahkan koordinasi dalam pengawasan.
Selain itu, kata dia, juga penguatan struktur organisasi. Ombudsman mempunyai perwakilan di semua provinsi, bahkan kabupaten/kota.
"Akan tetapi, dengan kondisi kami yang ada walaupun sampai saat sekarang, kami masih berjalan, tetapi kami juga menginginkan ada penambahan," ujarnya.
Poin ketiga, lanjut dia, adalah perlindungan pelapor dan pihak terkait guna menjamin keamanan, keselamatan, dan hajat hidup yang merupakan hak-hak pelapor atau pihak terkait sehingga membantu pula jalannya pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik.
Poin keempat, tambah dia, adalah penguatan rekomendasi Ombudsman dengan adanya sanksi apabila rekomendasi tidak dilaksanakan oleh terlapor dan/atau atasan terlapor.
"Kami juga menginginkan bahwa penguatan rekomendasi ini adanya sanksi apabila tidak dilakukan walaupun memang sudah ada tanpa itu. Akan tetapi ini, akan lebih kuat sehingga fungsi dan kedudukan Ombudsman ini bisa lebih kuat lagi dalam mengawasi pelayanan publik," paparnya.
Poin terakhir, kata Suganda, adalah penjabaran tugas pencegahan malaadministrasi yang selama ini telah dilaksanakan, yaitu melakukan kajian kebijakan terkait pelayanan publik, penilaian kualitas pelayanan publik, membangun pengetahuan dan kompetensi terkait pencegahan malaadministrasi, dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik.
Suganda menambahkan bahwa Ombudsman memerlukan pula dukungan dari segi anggaran dalam menjalankan fungsi pengawasannya yang meliputi seluruh kabupaten/kota maupun kementerian/lembaga di Indonesia.
"Tidak hanya transformasi dari sisi sumber daya manusia dan sebagainya, tetapi dalam sisi anggaran juga perlu untuk diperkuat," kata dia.
Selain Suganda, seminar yang digelar dalam rangka memperingati HUT Ke-24 Ombudsman RI pada tanggal 10 Maret itu dihadiri sejumlah narasumber, yaitu Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI Razilu, Asisten Deputi Perumusan Sistem dan Strategi Kebijakan Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Muhammad Yusuf, dan Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul.
Sebelumnya, 3 Oktober 2023, Rapat Paripurna Ke-7 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023—2024 menyetujui Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI menjadi usul DPR. Persetujuan itu diambil setelah sembilan fraksi di parlemen menyampaikan pendapat fraksi secara tertulis terhadap RUU tersebut kepada pimpinan dewan.