Dirinya mengatakan, salah satu perusahaan yang telah berinvestasi dalam pengembangan hidrogen hijau adalah Pertamina yang menginvestasikan 11 miliar dolar AS sebagai bagian dari target pemajuan energi hijau.
Selain itu, ia mengatakan perusahaan asing seperti The Global Green Growth Institute (GGGI) juga telah bekerja sama dengan Samsung dan Hyundai dalam sebuah proyek seharga 1,2 miliar dolar AS di Blok Sarulla, Sumatera Utara guna memproduksi hidrogen hijau.
Dirinya mengatakan potensi bisnis dari pengembangan hidrogen hijau lebih besar dibandingkan hidrogen konvensional yang berasal dari gas alam (grey hydrogen), namun saat ini biaya produksi untuk hidrogen hijau masih cukup tinggi.
Meski demikian dirinya berargumen, harga produksi yang pada 2023 sebesar 6,4 dolar AS per kilogram tersebut, diperkirakan bisa terus dipangkas.
"Ini ada kemungkinan biaya produksi itu bisa dipangkas di bawah 2 dolar AS," katanya.
Sebelumnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan pengembangan hidrogen bisa menjadi upaya untuk mencegah krisis energi di sektor industri, sekaligus membantu terwujudnya penurunan emisi karbon dioksida (CO2) sesuai Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) sebanyak 912 juta ton pada tahun 2030.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi Dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita dalam forum diskusi di Jakarta, Kamis mengatakan, hidrogen merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan dan media penyimpan energi yang ideal, hal itu karena unsur hidrogen menjadi penghubung rantai energi yang berkelanjutan dan bebas emisi dari awal hingga akhir.