Pelita untuk Nusantara

id Listrik di HPK,Listrik IKN,Pekerja konstruksi IKN

Pelita untuk Nusantara

Lampu menyala di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024). ANTARA/Putu Indah Savitri

IKN (ANTARA) - Senja tak lagi menakutkan. Malam pun tak lagi dihantui kegelisahan.

Itulah yang disampaikan oleh Yuda Ramadani Lubis ketika membagikan kisah ihwal masuknya listrik dari PLN ke Hunian Pekerja Konstruksi (HPK) Ibu Kota Nusantara (IKN) pada pertengahan 2023.

Yuda merupakan Kepala Divisi Logistik dan Keuangan Tim Transisi Otorita IKN. Ia telah menetap di hunian pekerja sejak kawasan tersebut masih berupa hutan belantara.

Boleh dibilang, Yuda merupakan salah seorang dari pekerja pertama yang tinggal di kawasan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Maka dari itu, ia telah mengecap asam dan garam hidup di IKN. Termasuk, ketika listrik dari PLN belum mengaliri HPK.


Zaman Kegelapan

“Huuu!!!”

Yuda memimikkan sorakan para pekerja yang ia sebut telah menjadi paduan suara wajib tiap kali lampu di HPK padam.

Bersorak telah menjadi kebiasaan bagi para pekerja, saking tingginya frekuensi mati listrik di HPK. Pada masa yang Yuda sebut sebagai "Zaman Kegelapan", kelistrikan di HPK masih ditopang oleh genset berbahan bakar solar.

Hunian yang dalam sekejap mata menjadi gelap gulita, memaksa para pekerja untuk menghentikan aktivitas mereka pada malam hari.

Padamnya listrik pada masa itu tidaklah sebentar. Proses pengisian solar saja memakan durasi sekitar 30 menit. Situasi dapat memburuk apabila mereka kehabisan solar untuk mengisi genset.

Yuda mengisahkan betapa sulitnya solar dibawa ke IKN pada "Zaman Kegelapan", terlebih di hadapan curah hujan yang tinggi.

Derasnya air yang mengguyur pertiwi mengakibatkan tanah menjadi licin dan lunak. Alhasil, kendaraan bermotor menjadi mudah tergelincir, bila tidak malah terjebak di tengah-tengah lumpur.

Di hadapan alam, tak ada pengecualian untuk siapa pun, termasuk kendaraan pembawa solar.

Pengantar satu-satunya sumber energi tersebut acapkali tak mampu menembus ganasnya belantara.

Tindakan yang saat itu dapat Yuda lakukan hanyalah berkeliling bilik. Ia menjumpai satu per satu pekerja yang melontarkan protes untuk memberi pengertian soal keterbatasan listrik yang mampu dipasok oleh genset.

Pergulatan pada "Zaman Kegelapan" tak berhenti sampai di situ.

Setelah menyadari keterbatasan pasokan listrik dari genset, sejumlah aturan untuk mengefisienkan penggunaan energi pun diberlakukan.

Para pekerja dilarang menyalakan listrik di HPK pada pagi hingga sore hari. Selama Matahari masih bersinar, mereka pantang menyalakan listrik di hunian. Bahkan, untuk mengisi daya ponsel pun tidak boleh.

Pembatasan penggunaan listrik tersebut dikecualikan untuk pekerja yang sedang tidak enak badan.

Lebih lanjut, para pekerja hanya dapat mengisi daya ponsel di tempat yang sudah ditentukan agar tidak mengusik pasokan listrik dari genset.

Keseharian mereka menjadi jauh dari kata nyaman. Untuk menjalin komunikasi dengan keluarga tercinta atau pujaan hati saja, mereka harus memperhitungkan kecukupan baterai ponsel.

Menurut Yuda, tidaklah berlebihan untuk menyematkan julukan "Zaman Kegelapan" pada masa-masa penggunaan genset.

Selalu ada kekhawatiran akan padamnya listrik pada malam hari, baik akibat solar yang habis maupun gangguan pada genset.

Kala itu, kegelapan terasa menakutkan. Malam pun dipenuhi kegelisahan.


Pelita di HPK

Hidup menggunakan genset menyadarkan Yuda akan pentingnya listrik dalam kehidupan sehari-hari.

Kenyamanan yang semula ia nikmati di Jakarta terasa begitu mahal ketika harus berhadapan dengan genset sebagai satu-satunya sumber energi.

Yuda betul-betul berterima kasih atas kolaborasi Kementerian ESDM dan PLN dalam membawa aliran listrik ke HPK.

Yuda merasa PLN sangatlah sabar dalam menghadapi berbagai tekanan dan desakan yang diberikan oleh para pekerja di HPK.

Ketidaksabaran tersebut bukanlah tanpa alasan.

Siapa yang tidak tergugah bayang-bayang kebebasan untuk menghubungi keluarga yang berada jauh dari IKN tanpa rasa takut akan kehabisan baterai?

Oleh karenanya, kehadiran jaringan listrik PLN di HPK bagai oasis di tengah keringnya sumber energi.

Memahami urgensi akan listrik yang stabil di kawasan IKN, baik PLN maupun Kementerian ESDM tidak tinggal diam.

General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Agung Murdifi, menyampaikan listrik di IKN sudah terintegrasi dengan sistem Kalimantan, dengan daya sebesar 2.097 MW, dan beban puncak sistem interkoneksi Kalimantan kurang lebih sebesar 1.789 MW.

Dengan demikian, terdapat cadangan daya sebesar 308 MW. Selain itu, kelistrikan IKN juga sudah ditopang oleh pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan daya sebesar 10 MW.

Sebagaimana yang telah direncanakan, PLTS tersebut dijadwalkan akan memasok 50 MW pada akhir November 2024.

Agung menegaskan bahwa langkah-langkah PLN tersebut selaras dengan arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tepatnya Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu.

Jisman berpesan kepada PLN untuk menjaga keandalan listrik di kawasan IKN, tak terkecuali kawasan hunian pekerja konstruksi.

Keandalan listrik yang terjaga tak hanya mampu meningkatkan produktivitas masyarakat, tetapi dapat memberi ketenangan dan semangat dalam memulai hari.

Nurul sebagai petugas kebersihan membenarkan hal tersebut. Salah satu rutinitas paginya adalah membangunkan anaknya yang menempuh pendidikan di Samarinda, Kalimantan Timur, melalui telepon.

Kalau tidak ada listrik, ia bukan hanya khawatir baterai habis, karena signal pun turut memburuk, bahkan hilang.

Sembari menunjukkan foto puterinya, Nurul menuturkan bahwasanya mengawali hari dengan menelepon anak merupakan salah satu cara untuk menjaga semangat dalam menuntaskan pekerjaan.

“Kalau bukan untuk putri saya, untuk siapa lagi saya bekerja?” ujar Nurul sembari menyeka  bulir-bulir air mata menggunakan ujung hijabnya.

Kebiasaan serupa juga dilakoni oleh petugas kebersihan lainnya, yang memilih waktu malam selepas bekerja untuk menghubungi keluarga.

Nyatanya, kehadiran listrik tak hanya menjadi penggerak aktivitas konstruksi di IKN. Kehadiran listrik menghadirkan manfaat yang lebih dari itu.

Listrik mengalirkan ketenangan, menghantarkan kehangatan hati, hingga menghapus jarak yang terbentang puluhan hingga ratusan kilometer jauhnya.

Listrik menghadirkan pelita dan harapan kepada mereka yang tinggal di hunian pekerja konstruksi Ibu Kota Nusantara.

Kini, malam pun tak lagi dihantui kegelapan yang menggelisahkan. Begitu pula esok dan masa mendatang.

Editor: Achmad Zaenal M