Hati-Hati "Brain Washing" Untuk Stroke

id perdossi, stroke

Hati-Hati "Brain Washing" Untuk Stroke

Ilustrasi-Penderita kelainan urat saraf (antaranews)

Akhir-akhir ini berkembang metode 'brain washing' untuk terapi stroke, bahkan muncul lagi istilah 'brain spa'," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Perdossi Prof dr M. Hasan Mahfoed
Semarang,  (antarasulteng.com) - Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati jika ingin melakukan metode "brain washing" untuk terapi stroke.

"Akhir-akhir ini berkembang metode 'brain washing' untuk terapi stroke, bahkan muncul lagi istilah 'brain spa'," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Perdossi Prof dr M. Hasan Mahfoed di Semarang, Jumat.

Hal tersebut diungkapkannya di sela Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) Stroke 2012 yang diprakarsai Perdossi Pusat dan Perdossi Kota Semarang dan berlangsung di Hotel Patra Jasa Semarang.

Menurut Hasan, istilah "brain washing" sebenarnya tidak dikenal dalam kamus kedokteran sehingga bukan suatu tindakan medis, apalagi "brain spa" yang tidak dikenal dalam kamus umum maupun kamus ilmiah.

Metode "brain washing", kata dia, selama ini dikatakan untuk menghancurkan bekuan darah (clotting) yang menyumbat pembuluh darah otak dengan memasukkan cairan tertentu ke dalam pembuluh darah itu.

Berdasarkan panduan manajemen stroke, kata dia, memang ada metode terapi interval untuk stroke dengan cara memasukkan cairan penghancur "clotting" yang dinamakan "thrombolysis", tetapi ada batas waktunya.

"Panduan manajemen stroke mengatur ketat batas waktu tindakan 'thrombolysis' yang hanya boleh dilakukan maksimal hingga delapan jam setelah pasien terserang stroke. Selebihnya sangat tidak dianjurkan," katanya.

Selain tidak memberikan manfaat, kata dia, intervensi terapi stroke yang dilakukan di atas delapan jam setelah pasien terserang stroke juga bisa membahayakan pasien, yakni mengakibatkan perdarahan otak.

"Perdossi tidak akan mengambil langkah reaktif atas munculnya metode yang dilakukan intervensionis non-neurology dan bukan pula anggota Perdossi itu. Kami hanya ingin memberi pemahaman pada masyarakat," kata Hasan.

Ketua Kelompok Studi Neuro Intervensi PP Perdossi dokter Fritz Sumantri Usman membenarkan intervensi terapi yang dilakukan terhadap penderita stroke pada saat yang tidak tepat bisa membahayakan.

"Kalau dilakukan untuk penderita stroke kurang dari delapan jam setelah terserang mungkin berhasil. Tetapi, jika lebih dari itu bisa berbahaya, apalagi dilakukan bagi mereka yang tidak terkena stroke," katanya.

Ia menjelaskan "brain washing" dan "brain spa" dikatakan sebagai terapi untuk mencegah stroke, tetapi pemasukan cairan tertentu ke dalam pembuluh darah otak bagi orang yang tidak terkena stroke bisa berbahaya.

"Untuk apa orang yang tidak terkena stroke menjalani intervensi stroke semacam itu? Sebab, obat yang langsung dimasukkan pembuluh darah otak akan cepat bereaksi, bisa-bisa terjadi perdarahan dan perburukan," katanya.

Menurut dia, standar manajemen penanganan stroke, kata Fritz, sudah baku dan mengatur secara ketat tindakan yang dilakukan dokter untuk menangani pasien stroke, meliputi obat yang dipakai, hingga indikasi diberikan. (KR-ZLS/SKD)