Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mencegah lebih dari 200 ribu ton sampah plastik yang berpotensi bocor hingga ke laut selama 2018-2022 dengan cara mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang (3R), sampah plastik.
“Sumber sampah di laut itu 80 persen dari darat,” kata Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut (PPKPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago pada lokakarya regional ASEAN mencegah polusi sampah plastik di Sanur, Denpasar, Bali, Senin.
Menurut dia, ratusan ribu ton sampah plastik tersebut ditampung melalui bank sampah hingga laporan aksi perusahaan dalam mendaur ulang sampah plastik.
Meski negara anggota sudah aktif dalam mengatasi sampah plastik di laut, namun KLHK mengajak semua negara di ASEAN untuk mempercepat pengendalian sampah plastik di darat.
Pasalnya, lanjut dia, sampah plastik di laut telah menjadi masalah serius bagi lingkungan dan memberikan dampak negatif tak hanya lingkungan tetapi juga sosial dan ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan.
Melalui pertemuan yang diadakan atas kerja sama ASEAN dan Jerman (GIZ) itu, Indonesia berharap negara anggota dapat menyusun langkah dan intervensi regional guna memperkuat Rencana Aksi Regional (RAN) ASEAN pada 2021-2025 soal penanganan sampah plastik di laut.
Indonesia, kata dia, memiliki RAN Sampah Plastik Laut pada 2017-2025, salah satunya melalui upaya 3R langsung dari sumber timbulnya sampah dari darat.
Di sisi lain ia pun mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik yang banyak digunakan untuk mengemas makanan serta mengurangi penggunaan wadah berbahan styrofoam.
“Jadi harus mengubah tabiat, kebiasaan masyarakat yang tidak baik, baru bisa mengurangi sampah dari tanah, masuk ke got, sungai, sampai ke laut, jadi harus dikurangi dari mulai dihasilkan,” katanya.
Senda dengan Dasrul, Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Sosial Budaya Ekkaphab Phanthavong juga menilai penanganan sampah plastik di laut merupakan kebutuhan yang mendesak serta membutuhkan upaya bersama untuk menghadapi krisis itu melalui Rencana Aksi Regional ASEAN (ASEAN RAP).
“Implementasi ASEAN RAP membutuhkan tindakan yang terkoordinasi,” katanya.