UNRWA masih kehilangan kontak dengan banyak staf di Gaza
Moskow (ANTARA) - Badan PBB untuk pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) kehilangan kontak dengan banyak staf di Jalur Gaza dan mulai mengetahui adanya staf yang menjadi korban tewas di antaranya, menurut Kepala Staf UNRWA Ben Majekodunmi kepada Sputnik.
"Kami tidak tahu berapa pegawai kami yang hilang karena sulit untuk menghubungi mereka satu persatu. Kami memiliki lebih dari 13.000 staf di Gaza, dan komunikasi sangat terbatas," ujarnya.
Majekodunmi menambahkan bahwa banyak dari staf tersebut tidak dapat melanjutkan pekerjaan mereka karena seluruh sekolah ditutup sejak 7 Oktober 2023, atau karena harus merawat anak mereka sendiri.
"Dapat dipastikan bahwa lebih dari 205 anggota staf kami tewas di Gaza dan kami masih terus menerima informasi jatuhnya korban lain. Sebagai contoh, kami baru mengetahui mengenai kematian kolega kami pada Januari," kata pejabat tersebut.
Sementara itu, lebih dari 135 anak dari staf UNRWA telah terbunuh di wilayah Palestina yang terkepung itu, tambahnya.
"Biasanya, kami tidak mengumpulkan data (kematian) ini, namun setiap kali kami menerima data mengenai kematian dari anggota staf, kami mengetahui bahwa mereka terbunuh beserta anak-anak mereka. Dan kami mengetahui bahwa ada anak dari anggota staf kami yang lain yang juga tewas namun belum diketahui jumlahnya," papar Majekodunmi.
Setidaknya 207 anggota tim UNRWA tewas terbunuh di Jalur Gaza sejak eskalasi konflik pada Oktober, kata badan tersebut melalui platform X, dan memaparkan bahwa para korban tersebut merupakan para insinyur, guru, staf medis dan pekerja kemanusiaan lain.
Jumlah pegawai PBB terbunuh di Gaza mencapai angka tertinggi sejak badan tersebut dibentuk pada 1945.
Pada 7 Oktober 2023, Israel diserang oleh pasukan perjuangan Palestina, Hamas, dari Jalur Gaza. Sebagai balasan, Israel meluncurkan operasi militer di Gaza dan memblokade total kawasan yang terkepung tersebut.
Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan angka kematian dari serangan Israel sejak 7 Oktober mencapai 40.000 jiwa.
Sumber: Sputnik
"Kami tidak tahu berapa pegawai kami yang hilang karena sulit untuk menghubungi mereka satu persatu. Kami memiliki lebih dari 13.000 staf di Gaza, dan komunikasi sangat terbatas," ujarnya.
Majekodunmi menambahkan bahwa banyak dari staf tersebut tidak dapat melanjutkan pekerjaan mereka karena seluruh sekolah ditutup sejak 7 Oktober 2023, atau karena harus merawat anak mereka sendiri.
"Dapat dipastikan bahwa lebih dari 205 anggota staf kami tewas di Gaza dan kami masih terus menerima informasi jatuhnya korban lain. Sebagai contoh, kami baru mengetahui mengenai kematian kolega kami pada Januari," kata pejabat tersebut.
Sementara itu, lebih dari 135 anak dari staf UNRWA telah terbunuh di wilayah Palestina yang terkepung itu, tambahnya.
"Biasanya, kami tidak mengumpulkan data (kematian) ini, namun setiap kali kami menerima data mengenai kematian dari anggota staf, kami mengetahui bahwa mereka terbunuh beserta anak-anak mereka. Dan kami mengetahui bahwa ada anak dari anggota staf kami yang lain yang juga tewas namun belum diketahui jumlahnya," papar Majekodunmi.
Setidaknya 207 anggota tim UNRWA tewas terbunuh di Jalur Gaza sejak eskalasi konflik pada Oktober, kata badan tersebut melalui platform X, dan memaparkan bahwa para korban tersebut merupakan para insinyur, guru, staf medis dan pekerja kemanusiaan lain.
Jumlah pegawai PBB terbunuh di Gaza mencapai angka tertinggi sejak badan tersebut dibentuk pada 1945.
Pada 7 Oktober 2023, Israel diserang oleh pasukan perjuangan Palestina, Hamas, dari Jalur Gaza. Sebagai balasan, Israel meluncurkan operasi militer di Gaza dan memblokade total kawasan yang terkepung tersebut.
Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan angka kematian dari serangan Israel sejak 7 Oktober mencapai 40.000 jiwa.
Sumber: Sputnik