Palu (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama UN-Women melatih 12 orang jurnalis di Sulawesi Tengah (Sulteng), untuk melaksanakan peliputan berperspektif gender.
Ketua AJI Indonesia Nany Afrida di Palu, Jumat, mengatakan perempuan dianggap rentan ketika ia berada dalam situasi dimana ia tidak memiliki kekuatan atau kendali atas dirinya sendiri. Kerentanan sering kali berakar pada struktur sosial yang memperburuk ketidaksetaraan terhadap perempuan.
“Kerentanan bukan hal yang melekat. Ada faktor yang menyebabkan,” ujarnya.
Lanjut dia, pemberdayaan perempuan adalah kunci untuk mengatasi ketidaksetaraan dan membantu mengurangi kerentanan. Isu tentang perempuan harus digaungkan kembali, karena perempuan memiliki peran besar di setiap tempat yang terjadi konflik.
Nany juga mengingatkan bahwa pendekatan dalam meliput perempuan korban konflik dan bencana harus dilakukan dengan sensitif, etis, dan menghormati martabat mereka. Selain itu, jurnalis harus berempati terhadap korban dibandingkan dengan bersimpati.
“Saat melakukan peliputan, jurnalis tidak mengeneraliasi hal yang berkaitan dengan liputan. Saat melakukan wawancara korban, terlebih dahulu jurnalis harus meminta ijin kesediaan untuk di wawancara,” katanya menekankan.
Sebanyak 12 Jurnalis berasal dari Kota Palu, Kabupaten Banggai dan Parigi Moutong mengikuti pelatihan terkait peliputan berperspektif gender. Pelatihan Media Fellowship Initiative, dengan tema “pemberdayaan perempuan dan pemuda dalam perdamaian berkelanjutan” digelar Selasa– Kamis 18-20 Februari 2025.
Kegiatan yang digagas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama UN-Women, Koica, Care Indonesia, Karsa Institute dan AJI Kota Palu ini menghadirkan Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida dan Ira Rachmawati dari Satgas Anti Kekerasan Seksual AJI Indonesia sebagai trainer.
Tidak hanya materi dalam ruangan, peserta mengunjungi Desa Pesaku, Kabupaten Sigi, dimana menjadi kawasan dimana perempuan dan pemuda ikut serta menjaga perdamaian.
Sementara itu, Perwakilan UN-Women Yulies Puspita Ningtias menjelaskan konsep women, peace and security (WPS).
Dia menyampaikan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga perdamaian. Namun masih banyak bagian yang membuat perempuan belum merasa aman, sehingga perlu kebijakan sebagai upaya untuk memenuhi keamanan dari perempuan.
“Perempuan juga masih membutuhkan keamanan, serta turut berpartisipasi dalam mewujudkan perdamaian di berbagai negara yang saat ini berusaha membangun perdamaian,” katanya.
Saat ini UN-Women dan mitranya mengimplementasikan program pemberdayaan perempuan di tiga lokasi, yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Tiga wilayah tersebut memiliki satu kesamaan yaitu terkait ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.
“