Opini - Filosofi 'Truk Gandeng-Kereta kuda' strategi membangun Sulteng pascabencana

id Hasanuddin Atjo,Ketua Ispikani Sulteng

Opini - Filosofi 'Truk Gandeng-Kereta kuda' strategi membangun Sulteng pascabencana

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, Ketua Ispikani Sulteng (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha/)

Empat sektor unggulan Sulteng ke depan adalah kelautan dan perikanan, pertanian dan pangan, pariwisata serta pertambangan. 
Palu (ANTARA) - BENCANA multi dampak yang melanda Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 sampai saat ini masih menjadi 'trending topic' dan pusat perhatian dunia. 

Pasalnya bencana ini sangat langka terjadi di dunia karena merupakan gerakan simultan dari gempa dengan magnitudo 7,4 skala Richter, tsunami dan liquefaksi yang menyebabkan korban ratusan ribu jiwa, kerusakan infrastruktur serta berdampak terhadap ekonomi, terutama bagi masyarakat dan pelaku usaha. 

Bencana ini tidak saja berdampak terhadap wilayah Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, tetapi juga secara tidak langsung ikut mempengaruhi ekonomi di kabupaten lainnya. 

Menjelang pesta demokrasi pemilihan gubernur, bupati dan wali kota di Sulawesi Tengah pada 2020, sejumlah kalangan berpandangan isu kebencanaan di Sulawesi Tengah menjadi salah satu visi-misi para kandidat yang akan ikut bertarung. 

Berikut ini akan diulas tentang pemikiran bagaimana membangun Sulawesi Tengah ke depan yang lebih kuat, maju dan tumbuh bersama dikaitkan dengan potensi kebencanaan.

Menggeser 'Minus 10 ke plus 10'

Kalau dibuat sebuah analogi, maka dapat dikatakan tanggal 28 September 2018, sesaat sebelum bencana, posisi Sulawesi Tengah berada pada titik nol. Setelah bencana terjadi, masih di tanggal dan tahun yang sama, posisi Sulawesi Tengah telah mundur ke 'minus sepuluh' dikarenakan hampir semua infrastruktur terutama di wilayah Palu, Sigi dan Donggala porak-poranda. Selain itu ekonomi nyaris lumpuh. 

Saat ini Sulawesi Tengah yang difasilitasi oleh Pemerintah Pusat melalui APBN dan bantuan luar negeri, sedang berupaya keras untuk kembali ke posisi titik nol melalui sejumlah program seperti tanggap darurat hingga kepada pemulihan. 

Harapan sejumlah pihak bahwa tahun 2020 tujuan kembali ke posisi titik nol bisa dicapai. Karena itu tahun 2021-2024 akan menjadi tugas berat bagi gubernur,
bupati dan wali kota terpilih guna merealisasikan target menuju ke posisi 'Plus sepuluh'.

Target itu bisa direalisasikan dalam satu periode kepemimpinan, dua periode atau bahkan lebih. Kesemua itu berpulang kepada visi, misi yang telah dibuat, strategi implementasi serta komitmen bersama.

Baca juga: Sulawesi Tengah membangun di wilayah pusaran bencana
Baca juga: Ibu Kota negara pindah, Donggala-Parimo berpeluang dimekarkan
Baca juga: Berpikir multi dimensi di era digitalisasi


Truck gandeng dan kereta kuda

Ada dua point penting dalam proses pembangunan sebuah wilayah, yaitu pertama proses menyusum perencanaan, dan kedua strategi dalam implementasi. Perencanaan harus dibuat secara benar antara lain mengacu kepada kondisi internal dan pengaruh eksternal, partisipatif serta dapat diimplementasikan. 

Menyusun perencanaan seperti ini mengadopsi Filosofi 'truck gandeng'. Makna filosofi ini bahwa Pemerintah Provinsi berperan mengaitkan gerbongnya yang berisi penumpang 13 kabupaten/kota bersama seluruh perangkat daerahnya dengan Pemerintah Pusat sebagai lokomotif. 

Filosofi ini sesungguhnya telah menjadi pola, hanya menurut pandangan sejumlah kalangan, meskipun sudah berada dalam satu gerbong namun belum terbangun kesamaan 'visi dan misi bathiniah'. 

Boleh jadi dikarenakan oleh sejumlah alasan seperti distribusi dukungan yang belum merata, atau pengaruh nuansa otonomi daerah yang masih kental dan faktor ego yang dominan ataupun dikarenakan faktor politis. 

Kalau ini masih terjadi, maka provinsi yang berperan sebagai pengkait akan menaggung beban yang besar demikian pula dengan Pemerintah Pusat sebagai lokomotif, karena menarik gerbong yang berat. 

Harapan kita ke depan kiranya penumpang dalam gerbong sudah berada dalam satu 'visi dan misi bathiniah' yaitu saling paham, toleran dan komitmen sehingga beban pengkait maupun lokomotif menjadi lebih ringan.

Kalau proses perencanaan telah terbangun dengan muatan seperti ini, maka implementasi visi dan misi yang mengadopsi filosofi 'kereta kuda' tidak akan menjadi masalah, karena 13 kabupaten/kota sebagai penarik kereta dalam hal ini provinsi akan bergerak selaras tidak, saling tarik menarik serta mudah mengendalikannya. Dampaknya adalah mempermudah tercapainya target-target yang telah ditetapkan.

Sulawesi Tengah dan Indonesia Hebat 2045

Melihat potensi sumber daya sesungguhnya, ada empat sektor unggulan yang bisa menjadikan Sulawesi Tengah bagian dari terwujudnya visi Indobesia hebat di tahun 2045.

Empat sektor itu adalah kelautan dan perikanan, pertanian dan pangan, pariwisata serta pertambangan. 

Tiga sektor pertama itu bisa menjadi tulang punggung dalam penyerapan tenaga kerja, menekan rasio gini, kejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Sedangkan sektor yang terakhir lebih kepada peran pertumbuhan ekonomi. Keempat sektor ini harus didorong secara bersama dengan pendekatan Industrialisasi. 

Sudah harus dipetakan pengembangan sektor ini di 13 kabupaten/kota dengan pendekatan kewilayahan atau clusterisasi, sehingga akan berdampak terhadap produksi yang berskala ekonomi dan pembangunan infrastruktur penunjang yang efisien. 

Dengan demikian, alokasi anggaran terhadap sektor unggulan dan penunjangnya baik dari pemerintah maupun sektor wwasta akan bermanfaat dan berdaya guna.

Pusat Studi Kebencanaan

Pernyataan H Achmad H. Ali, anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 Dapil Sulawesi Tengah di beberapa media tentang perlunya Universitas Tadulako Palu menjadi salah satu Pusat Studi Kebencanaan di Indonesia, merupakan sebuah wacana yang harus diperjuangkan. 

Pasalnya Sulawesi Tengah sebagian besar wilayahnya rentan dengan ancaman gempa, tsunami dan liquefaksi sehingga diperlukan sejumlah sumberdaya manusia dan informasi tentang kebencanaan itu.

Pola perencanaan pembangunan ekonomi menuju Sulawesi Tengah hebat tahun 2045 tentunya harus menyesuaikan dengan kondisi internal wilayah masing-masing, sehingga bila bencana itu kembali berulang, maka infrastruktur yang telah dibangun dapat adaptif demikian pula proses mitigasinya dapat berlangsung sesuai standar operasional yang telah dibuat.

Harapannya adalah masyarakat, pelaku usaha dan investor tidak ada keraguan lagi, karena daerah ini sudah memiliki pola perencanaan pembangunan ekonomi yang adaptif dengan bencana, mitigasi yang telah terpola seperti yang dilakukan di Jepang dan beberapa Negara lainnya. Semoga!!. (*Ketua Ispikani Sulawesi Tengah)
 
Kadis KP Sulteng Dr Ir Hasanuddin Atjo, MP saat menjelaskan kepada wartawan mengenai hasil rekayasa teknologi budidaya udang supra intensif skala kecil yang bisa dikembangkan secara masif oleh pengusaha UMKM bila mendapat dukungan intervensi kebijakan pemerintah. (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)