Palu, (antarasulteng.com) - Tim ekspedisi dari Fakultas Kehutanan Universitas Gajamada (UGM) dalam penelitianya di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, menemukan jejak kaki anoa yang merupakan salah satu satwa endemik di Pulau Sulawesi.
"Selama beberapa hari melakukan pengamatan dan penelitian satwa dan flora di sekitar Danau Lindu, Kabupaten Sigi, kami menemukan jejak kaki anoa ," kata Agus Kusmanto, koordinator tim ekspedisi Mapala Fakultas Kehutanan UGM di Palu, Selasa.
Satwa endemik Sulawesi itu ada dua jenis yaitu anoa pegunungan (bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (bubalus depressicornis).
Menurut dia, jejak kaki anoa yang ditemukan tim ekspedisi di sekitar Danau Lindu kemungkinan besar adalah anoa dataran tinggi.
Ia mengatakan meski hanya bisa menemukan jejak kaki dari satwa langka yang dilindungi itu, namun cukup memuaskan bagi timnya.
Ekspedisi yang dilakukan di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang merupakan salah satu Taman Nasional yang dinilai masih cukup bagus hutannya tersebut merupakan bagian dari ekspedisi 50 Taman Nasional yang tersebar di seluruh tanah air.
"Kami ada empat orang yang melakukan ekspedisi di TNLL," katanya.
Ekspedisi kali ini, kata Agus, difokuskan pada satu lokasi kawasan hutan yaitu di Kecamatan Lindu, kabupaten yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Kota Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Selama berada di Dataran Tinggi Lindu selain mengamati keberadaan anoa, juga satwa jenis burung, monyet, tarsius, kupu-kupu dan capung.
Khusus satwa anoa atau sapi hutan, kata Agus, meski hanya jejak kaki yang ditemukan, tetapi dapat dipastikan anoa masih ada di wilayah itu.
Hanya saja, katanya, kemungkinan besar populasi anoa sudah semakin berkurang akibat perburuan yang dilakukan masyarakat untuk dikonsumsi.
Sementara itu Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar TNLL, Haruna mengatakan kegiatan yang dilakukan tim ekspedisi Mapala Fakultas Kehutanan UGM di kawasan Taman Nasional Lore Lindu sangat membantu dalam mendapatkan data baru mengenai keberadaan berbagai jenis satwa dan flora yang ada di TNLL.
Bahkan ada beberapa rekomendasi yang disampaikan tim ekspedisi kepada pihak Balai Besar TNLL, terutama mengenai terjadinya pendangkalan akibat dari hutan disekitar Danau Lindu sudah dirambah untuk kebun kakao dan kopi.
Akibat dari pembukaan lahan kebun, hutan yang tadinya sebagai penahan dan penyimpan air tidak lagi berfungsi sehingga selain terjadi pendangkalan, juga air danau terus berkurang.
Ini tidak hanya mengancam berbagai jenis ikan yang hidup dan berkembangbiak di danau, tetapi juga satwa bisa punah karena semakin sulit mendapatkan sumber makanan.(BK03/)