Palu, (antarasulteng.com) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah diminta lebih tegas dan selektif dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah menjadi kewenangannya terutama dari aspek keselamatan lingkungan.
Sekretaris Komisi III DPRD Sulawesi Tengah Huisman Brant Toripalu di Palu, Rabu, mengatakan hasil pengawasan sementara Komisi III ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan karena tidak melakukan penanaman kembali di bekas lahan eksploitasinya.
"Ke depan ini tidak boleh lagi terjadi yang begitu," katanya.
Dia mengatakan jaminan reboisasi dari perusahaan harus lebih tinggi. Selain itu, perusahaan yang sudah cacat tidak boleh lagi diberikan izin, katanya.
Menurut Huisman, bagi perusahaan yang nakal dengan menelantarkan bekas lokasi eksploitasinya maka jaminan reboisasinya bisa digunakan merehabilitasi kembali lahan tersebut.
Hasil pengawasan yang dilakukan Komisi III awal Januari 2016 menyebutkan dari 17 perusahaan yang sudah melakukan tahap produksi telah ditemukan satu perusahaan yang belum melakukan penanaman kembali.
Ia mengatakan kondisi tersebut bisa menjadi ancaman terhadap keselamatan manusia karena mengabaikan aspek lingkungan.
"Padahal itu menjadi kewajiban perusahaan. Makanya pengawasan akan kami terus tingkatkan," katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan setelah kewenangan Izin Usaha Pertambangan berada di provinsi maka otomatis pengawasan juga akan dilakukan oleh provinsi.
Berdasarkan data yang diperoleh Komisi III, di Kabupaten Morowali Utara saat ini terdapat 47 perusahaan yang mengantongi izin usaha pertambangan. Ke-17 perusahaan di antaranya sudah tahap produksi, yang lainnya dalam tahap eksplorasi dan pencadangan lahan.
Perusahaan yang masuk tahap produksi diantaranya Bangun Usaha Mineral Indonesia dengan komoditi kronit. Perusahaan ini mengantongi dua izin usaha pertambangan dengan luas areal masing-masing 1.507 hektare dan 2.673 hektare.
Selanjutnya PT. Sinar Mustika Nusantara dengan komoditi marmer seluas 199 haktare. Sementara produksi nikel diantaranya Tri Hegar Sakti seluas 3.527 hektare, Bintang Fajar Global 1.290 hektare dan Total Prima Indonesia 3.808 hektare, Mulia Pasific Recources 4.780 hektare.
Sementara itu perusahaan yang sedang melakukan eksplorasi diantaranya Bumi Indah Sultra seluas 13.060 hektare, Anugerah Selaras Sejati 6.085 hektare, Pringgondani Berseri 27.120 hektare, Pantas Indomining 14.300 hektare, Tiga Samudera Perkasa 10.100 hektare, Sarana Jaya 5.905 hektare dan Sumberjati Pratama Selatan 5.550 hektare.