Pemda diminta bersiap hadapi lonjakan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5

id puncak kasus, sarana prasarana, layanan kesehatan, pandemi COVID-19, rumah sakit

Pemda diminta bersiap hadapi lonjakan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5

Tangkapan layar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam dialog "Awas, Omicron Kembali Mengintai Indonesia" yang disiarkan secara virtual dan diikuti dari YouTube FMB9 di Jakarta, Kamis (16/6/2022). (ANTARA/Andi Firdaus).

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan membuat surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah (Pemda) untuk mempersiapkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan menghadapi potensi lonjakan kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang diperkirakan terjadi pertengahan Juli 2022.

"Kami sudah menyiapkan surat edaran kepada seluruh dinas kesehatan serta rumah sakit untuk mewaspadai adanya lonjakan kasus Omicron. Hal ini untuk menyiapkan seluruh sumber daya dalam memberikan layanan," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam dialog "Awas, Omicron Kembali Mengintai Indonesia" yang disiarkan secara virtual dan diikuti dari YouTube FMB9 di Jakarta, Kamis sore.

Ia mengatakan sistem layanan kesehatan di Indonesia telah siap menghadapi lonjakan kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang dibentuk berdasarkan pengalaman gelombang sebelumnya.

"Dari hulu ke hilir sebetulnya sistem kita sudah terbentuk. Jadi kita melakukan 'long tracing' maupun 'tracing'. Kemudian pihak rumah sakit dengan pengalaman dua tahun ini, kita memiliki kesiapan yang lebih baik, mulai dari SDM, sarana prasarana, alat medis, APBD maupun sistemnya," katanya.

Syahril mengatakan pengalaman dan sistem yang terbentuk selama ini tercermin dari kesiapan petugas di ranah pencegahan penyakit melalui tindakan promotif atau sosialisasi, tim medis rumah sakit hingga puskesmas. "Pengalaman selama ini menunjukkan pemerintah sudah siap setiap saat," katanya.

Berdasarkan pengalaman pada gelombang Delta dan Omicron yang terjadi dua tahun terakhir, pemerintah akan melakukan kebijakan konversi tempat tidur dari pasien umum untuk keperluan isolasi COVID-19.

Kebijakan itu dapat diterapkan jika ketersediaan tempat tidur untuk COVID-19 sudah di atas ambang batas atau lebih dari 60 persen. Hal ini agar semua pasien COVID-19 yang membutuhkan pertolongan medis dapat tertampung oleh rumah sakit.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan puncak penyebaran kasus COVID-19 Omicron BA.4 dan BA.5 akan terlihat di pekan kedua hingga ketiga bulan Juli 2022. Prediksi itu terlihat dari pola penyebaran yang biasanya muncul satu bulan usai kasus pertama ditemukan.


Sementara itu Satuan Tugas Penanganan COVID-19 juga kembali menggiatkan penegakan protokol kesehatan (prokes) hingga di tingkat desa dan kelurahan guna mencegah kenaikan kasus infeksi virus corona tipe SARS-CoV-2.

"Sekarang Satgas Penanganan COVID-19 masuk dalam penerapan prokes di tingkat desa dan kelurahan, yang disebut skala mikro. Ini yang tidak boleh lemah, sebab ini bagian dari sistem ketahanan negara," kata Kepala Subbidang Dukungan Kesehatan Bidang Darurat Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Alexander K Ginting.

Dalam siaran dialog bertajuk "Awas, Omicron kembali mengintai Indonesia" di saluran YouTube FMB9 yang diikuti dari Jakarta, Kamis sore, dia mengatakan bahwa pemerintah akan melanjutkan penerapan strategi pengendalian COVID-19 skala mikro untuk mengatasi peningkatan kasus infeksi virus corona yang belakangan terjadi.

Satuan Tugas, menurut dia, akan mengerahkan personel untuk melakukan penyuluhan mengenai protokol kesehatan di tingkat desa dan kelurahan.

Kampanye penerapan protokol kesehatan, ia melanjutkan, juga akan dilakukan pada masyarakat komuter yang sering menggunakan sarana angkutan umum seperti kereta dan bus.

Alexander mengemukakan bahwa kenaikan angka kasus COVID-19 yang belakangan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk munculnya virus corona sub-varian Omicron BA.4 dan BA.5 dan mengendornya penerapan protokol kesehatan.

"Kenaikan kasus ini juga dibarengi oleh faktor-faktor lain. Salah satu faktor yang membuat kenaikan kasus itu adalah terjadinya pelonggaran protokol kesehatan di masyarakat, individu, keluarga, ataupun komunitas," katanya.

Selain itu, ia melanjutkan, pemulihan ekonomi yang disertai peningkatan mobilitas warga meningkatkan risiko transmisi virus di kalangan masyarakat.

"Ini juga mempengaruhi terjadinya mobilitas yang tinggi. Artinya banyak orang Indonesia ke luar dan banyak orang luar masuk Indonesia. Dan seiring vaksinasi yang memadai, sudah optimal, sehingga banyak persyaratan-persyaratan seperti PCR dan lain-lain dialihkan ke vaksinasi," katanya.