Palu (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyosialisasikan berbagai bentuk gratifikasi, untuk penjabat lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Berdasarkan ketentuan Pasal 12B Ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001, gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, mencakup berbagai bentuk dan jenis, mulai dari uang hingga fasilitas wisata,” kata Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK RI Wawan Wardiana di Palu, Selasa.
Dia menjelaskan gratifikasi tidak hanya terbatas pada uang tunai, tetapi juga meliputi barang-barang mewah, diskon atau rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, hingga berbagai fasilitas lainnya yang dapat memberikan keuntungan pribadi kepada penerima.
Lanjut dia, merujuk pada Pasal 12B Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, setiap gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas seorang pegawai negeri dianggap sebagai suap.
Berdasarkan pasal tersebut, pelaku dapat dijatuhi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun. Selain itu, denda minimal sebesar Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.
Dia menjelaskan unsur-unsur Pasal 12B Ayat (1) meliputi: penerima adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara, pemberian tersebut berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai aparatur negara. Selain itu, penerimaan gratifikasi yang tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja kepada KPK sejak diterimanya gratifikasi.
Wawan juga memperkenalkan sembilan nilai antikorupsi, yaitu: jujur, mandiri, amanah, tanggung jawab, berani, efektif, rendah hati, sederhana, dan efisien yang disingkat Jumat Bersepeda KK.