Dukungan Internasional Penyelesaian Kasus Munir Terus Mengalir

id munir

Dukungan Internasional Penyelesaian Kasus Munir Terus Mengalir

Ilustrai- Almarhum Munir (antaranews)

Jakarta,  (antarasulteng.com) - Dukungan dunia internasional untuk penyelesaian kasus pembunuhan aktivis HAM Indonesia Munir Said Thalib terus mengalir, di antaranya melalui peresmian sebuah jalan sepeda di Kota Den Haag, Belanda, bernama "Munirpad" pada 14 April mendatang.

"Rencana pembuatan Jalan Munir sudah ada sejak tahun 2011. Wali Kota Den Haag berjanji akan membuat jalan tersebut dalam 4-5 tahun dan baru bisa diwujudkan tahun ini," ujar istri almarhum Munir, Suciwati, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

Jalan Munir yang akan diresmikan pada 14 April 2015 oleh Wali Kota Den Haag Jozias van Aartsen tersebut berada dalam kompleks yang menempatkan para pejuang HAM dunia seperti Martin Luther King, Nelson Mandela, Salvador Allende, serta Bunda Theresa.

Dalam plang jalan tersebut tertulis "Munirpad: Munir Said Thalib 1965-2004, Indonesische voorvechter van de bescherming de rechten van de mens" (Jalan Munir: Munir Said Thalib 1965-2004, Advokat Pejuang HAM Indonesia).

Selain Suciwati, peresmian "Munirpad" juga akan dihadiri oleh Amnesty Internasional di Belanda serta para pembela HAM di Indonesia dan Belanda.

Menurut Suciwati, peresmian nama suaminya menjadi nama salah satu jalan di kota pusat peradilan HAM internasional merupakan sebuah peringatan bagi pemerintah Jokowi-JK untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir yang selama ini terhambat faktor hukum dan politik.

"Sungguh ironis, negara lain memberi dukungan atas penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia, tapi pemerintah kita sendiri bertahun-tahun malah abai dengan hal itu," tuturnya.

Selain itu, dukungan penuntasan kasus Munir juga dilakukan oleh para peraih Nobel Alternatif "Right Livelihood Awards" dengan menandatangani surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi untuk membentuk tim penyelidikan baru yang independen untuk menuntaskan kasus Munir.

Munir adalah salah satu peraih Nobel Alternatif pada tahun 2000 karena keberanian dan dedikasi untuk berjuang bagi pemenuhan hak asasi manusia serta supremasi sipil terhadap militer di Indonesia.

Penghargaan "The Right Livelihood Award" didirikan untuk memberikan penghargaan kepada para pembela HAM yang mendorong pemenuhan hak atas lingkungan, perdamaian, dan keadilan sosial.

        Sebanyak 158 penerima penghargaan dari 65 negara tersebut adalah Asma Jahangir (Pakistan), Sima Samar (Afghanistan), Asghar Ali Engineer (India), Carmel Budiardjo (Inggris), dan Johan Gantung (Norwegia).

"Surat resmi tersebut akan disampaikan kepada Presiden Jokowi pada tanggal 13 April 2015," ujar Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Indria Fernida.

Dukungan lain, kata Indria, adalah petisi yang diinisiasi oleh Amnesty Internasional. Ribuan orang dari 86 negara mendesak Presiden Jokowi untuk menginisiasi sebuah penyelidikan yang independen dan baru atas pembunuhan Munir dan membawa pelaku-pelaku dalam berbagai lapis ke muka hukum dengan cara yang sesuai standar HAM internasional.

"Para penandatangan petisi juga mendesak pihak-pihak berwenang membuka ke publik tentang laporan Tim Pencari Fakta (TPF) 2005 resmi atas pembunuhan Munir sebagai langkah kunci pencarian kebenaran," tuturnya.

Selain itu, Presiden Jokowi diminta untuk menginstruksikan Jaksa Agung untuk melakukan evaluasi terhadap proses hukum yang lalu atas kasus ini, termasuk dugaan pelanggaran atas standar-standar HAM internasional.

"Surat ini telah dikirimkan kepada Presiden Jokowi dan telah diserahkan langsung kepada Kementerian Hukum dan HAM oleh Amnesty Internasional," ujarnya.

Munir Said Thalib adalah aktivis HAM Indonesia yang dibunuh pada 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia saat dirinya dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.

Pada 20 Desember 2005 seorang pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, dijatuhi vonis 14 tahun penjara karena terbukti menaruh arsenik di dalam makanan Munir yang menyebabkan pria asal Malang, Jawa Timur, tersebut meninggal.

Namun, pada 29 November 2014 Pollycarpus dinyatakan bebas bersayarat oleh Kemenkumham.(skd)