Poso (antarasulteng.com) - Rendy Butarbutar, warga Desa Wanga, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso mengeluhkan pelayanan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Poso karena telah membayar belasan juta rupiah namun sertifikat tanahnya tak kunjung diterbitkan.
Menurut Rendi, permintaan BPN Poso untuk biaya pembuatan sertifikat tanah sebanyak 5 bidang atau sekitar sekitar 10 ha, telah disetor senilai Rp16,9 juta ke BPN Poso pada April 2016, namun sampai November 2016 atau sudah 8 bulan, belum juga diterbitkan sertifikatnya.
Tanah sebanyak 5 bidang tersebut terletak di Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, yakni atas nama Erika Sinaga 1 bidang tanah, atas nama Peranginangin Sinaga 2 bidang, dan atas nama Fery Reharto Pardomuan Malau 2 bidang tanah.
"Begini pak, yang saya pertanyakan kapan diterbitkan sertifikat karena semua permintaan BPN senilai Rp16 juta lebih saya sudah setor ke kantor pada April 2016, namun sampai saat ini belum juga diterbitkan sertifikat itu," kata Rendy yang dihubungi melalui ponsel, Senin (14/11).
Menurut Rendy yang bermata pencaharian berkebun itu, selain Rp16,9 juta itu tidak termasuk biaya pendaftaran yang telah dibayar pada Maret 2016 senilai Rp2,4 juta dan admistrasi senilai Rp1,5 juta.
Dia mengatakan bahwa dana tersebut diminta dua petugas BPN Poso yakni Plt Kepala Seksi Pendaftaran Tanah Adrianus Sulu dan Kasubsi Tanah Pemerintah Irwan, pada Maret dan April 2016.
Rendy mengaku telah menanyakan soal penerbitan sertifikat kepada Adrianus alias Ori dan Irwan namun kedua petugas itu saling lempar tanggung jawab. Bahkan nomor HP Irwan sejak April sudah nonaktif sehingga Rendi bertanya ke staf Irwan yang bernama Akbar.
"Saya tanya kepada Ori, dia bilang belum ada gambar dari Irwan, saya tanya lagi kepada Irwan namun Hpnya tidak aktif lagi, saya tanya kepada stafnya yang bernama Akbar katanya sudah diserahkan gambarnya, saya tidak tau ini siapa yang benar," ujar Rendi kesal.
Rendi menceritakan bahwa ikhwal pendaftaran dan sertifikasi tanah tersebut berawal ketika Ori dan Irwan datang di Watutau saat pembuatan sertifikat prona pada Maret 2016. Dirinya menanyakan bagaimana persyaratan jika membuat sertifkat tanah secara pribadi, Ori menjawab ada uang pendaftaran senilai Rp2,4 juta yang kemudian selang beberapa hari kemudian diminta lagi uang administrasi senilai Rp1,5 juta yang akan dikembalikan setelah terbit sertifikat.
Di luar dana itu, Rendi dimintai lagi senilai Rp16 juta lebih untuk pembuatan sertifikat melibatkan banyak orang di Kantor BPN Poso.
"Kalau Rp16 juta lebih itu saya bayar di Kantor BPN Poso pada April, sama pak Ori," akunya.
Adrianus Sulu kepada wartawan di ruangan kerjanya, Rabu (16/11) mengakui keterlambatan penerbitan sertifikat tersebut karena kurangnya koordinasi pemilik lahan dan kurang proaktifnya Irwan.
Ia memastikan dalam waktu dekat akan menerbitkan sertifikat sebanyak 5 bidang itu.
Dirinya juga mengaku sudah ditelepon oleh pimpinannya, Kepala BPN Poso, Herlina Lawasa terkait kedatangan wartawan dan pengaduan pemilik lahan tersebut.
"Ini kesalahan Irwan yang lambat menanyakan ke bagian pengukuran, dan pemilik lahan seharusnya sering juga bertanya kemari, jangan hanya via ponsel. Saya pastikan tahun ini akan terbit sertifikat itu," katanya yang didampingi bendahara pengeluaran, Taufik dan Irwan.
Adrianus mengakui bahwa jumlah dana yang dibutukan dalam pembuatan sertifikat sebanyak 5 bidang sudah sesuai dengan ketentuan yakni Rp16,9 juta. Sementara terkait dengan uang administrasi Rp1,5 juta dan biaya pendaftaran senilai Rp2,4 juta, dirinya mengatakan ada pembicaraan antara Irwan dengan pemilik lahan.
"Kalau soal uang administrasi dan biaya pendaftaran, itu urusan Irwan dengan pemilik lahan," tutur Adrianus.