Palu, (antarasulteng.com) - Pemerintah kini harus lebih intens mendorong berkembangnya sistem budi daya udang intensif dan super intensif untuk memanfaatkan peluang pasar udang dunia yang sedang terbuka luas bagi Indonesia.
Ketua Perkumpulan Pengusaha Tambak Udang Intensif (Shrimp Club Indonesia-SCI) wilayah timur Indonesia Hasanuddin Atjo di Palu, Rabu, mengatakan apabila sistem budi daya intensif dan super intensif bisa digairahkan, maka Indonesia akan meraih lebih banyak devisa dari udang dalam dua tahun ke depan.
"Harga udang budi daya jenis windu dan vanamei di tingkat pembudidaya kini telah naik hampir 100 persen dibanding posisi awal tahun 2013, dan diperkirakan masih akan bertahan lama," katanya kepada Antara.
Ia memberi contoh harga udang di Jawa Timur saat ini mencapai Rp71.000/kg ukuran 80 (80 ekor per kilogram), Rp74.000 ukuran 70, Rp76.000 ukuran 60, Rp82.000 ukuran 50, Rp89.000 ukuran 40 dan Rp99.000 ukuran 30.
Menurut Atjo, penyebab utama meningkatnya harga udang tersebut adalah karena beberapa negara penghasil udang utama dunia seperti China, Thailand, Vietnam, dan Meksiko sedang mengalami gagal panen akibat serangan penyakit yang disebut EMS (early mortality syndroms) yang diduga disebabkan sejenis bakteri.
Konsekwensi dari wabah udang tersebut antara lain negara-negara pembeli seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang membatasi impor udang dari negara yang sedang terkena wabah EMS tersebut.
"Kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Indonesia untuk kesejahteraan rakyat dan devisa negara karena saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil utama udang yang dinyatakan bebas dari EMS," ujar pemilik tambak udang vanamei super intensif di Kabupaten Barru Sulsel, yang produktivitasnya mencapai 153 ton/ha itu.
Atjo yang juga doktor perikanan dari Universitas Hasanuddin Makassar itu memperkirakan produksi udang di negara-negara yang terserang EMS itu baru akan pulih dala dua atau tiga tahun ke depan, sehingga peluang ini harus segera dimanfaatkan Indonesia.
Untuk menggenjot sisem budi daya udang intensif dan superintensif, kata Atjo, para pengusaha membutuhkan dukungan keamanan berusaha serta ketersiaan infrastrktur pendukung seperti sarana dan prasarana angkutan, listrik dan air.
"Budi daya udang intensif dan superintensif sangat padat modal, jadi kalau tidak ada jaminan keamanan berusaha serta dukungan infrastruktur, maka pengusaha akan enggan melakukannya," ujarnya.
Ia juga mendorong sektor perbankan agar lebih murah hati menopang para investor udang dalam menyediakan modal kerja karena tambak udang merupakan bisnis yang sangat layak untuk dibiayai perbankan.
Indonesia saat ini baru mampu menghasilkan 400.000 ton udang pada 2012, dan diperkirakan naik 500.000 ton pada 2013.
Ia yakin apabila tambak udang intensif dan superintensif digalakkan, maka 2014 produksi bisa digenjot menjadi 600.000 ton.
Kalau harga udang di pasaran mencapai rata-rata Rp80.000/kg saja, itu berarti nilai produksi mencapai Rp54 triliun. "Ini nilai yang cukup siginifikan untuk menggenjot ekonomi nasional dan mensejahterakan rakyat, khususnya petani pembudidaya," katanya.(SKD)