Legislator: pesisir pantai donggala bukan kawasan permukiman

id pantai

Legislator: pesisir pantai donggala bukan kawasan permukiman

Ilustrasi (FOTO ANTARA/Aco Ahmad)

Donggala, Sulawesi Tengah, (Antaranews Sulteng) - Sepanjang pesisir pantai Kabupaten Donggala bukan sebagai kawasan permukiman yang harus dibangun rumah, kata Anggota DPRD Sulawesi Tengah Muhammad Masykur.

"Pesisir pantai pada dasarnya bukan lokasi permukiman. Apalagi pascagempa dan tsunami kondisi di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Donggala kini rawan untuk dihuni. Akibat bencana tersebut areal pemukiman warga jadi porak-poranda," ucapnya di Donggala, Minggu.

Ketua Fraksi Nasdem DPRD Sulteng itu, mengatakan jika melihat fakta lapangan terkini, tidak bisa tidak, pemerintah daerah harus menata ulang peruntukan kawasan pesisir, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan warga.

Penataan itu, kata dia, seperti di kawasan pesisir pantai Kacamatan Sirenja, khususnya Desa Tanjung Padang, Tompe, Lende dan Ntovea. Wilayah pesisir itu paling terkena dampak bencana.

"Seluruh pemukiman warga porak poranda," kata Masykur.

Berdasarkan data, di Dusun 1 dan 3, Desa Tompe sebanyak 275 kepala keluarga kini tidak mempunyai hunian karena rumah mereka rusak akibat gempa dan tsunami.

Di Desa Tanjung Padang sebanyak 324 rumah tidak bisa lagi dihuni karena rata dengan tanah, sedangkan di Desa Lende Ntovea tidak kurang dari 174 rumah kini tinggal puing dan bongkaran reruntuhan material bangunan.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng itu, menjelaskan saat ini ribuan orang hidup di tenda-tenda pengungsian seadanya di lapangan desa. Sebelumnya, mereka tersebar di tempat pengungsian, di bagian timur desa sekitarnya di Kecamatan Sirenja.

Ia mengatakan akibat gempa kawasan daratan pesisir di desa tersebut jatuh sehingga permukaan laut menjadi lebih tinggi.

Ancaman bencana susulan yang sering melanda pascagempa dan tsunami. Ketika air pasang, wilayah tersebut tenggelam. Bahkan, air hingga naik?ke tempat jauh, menggenangi jalan trans Sulawesi.

"Agar ada kejelasan status bagi mereka, maka penting pemerintah sudah harus membuat tahapan perencanaan relokasi, sembari membangun hunian sementara (huntara) di tempat pengungsian. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan pemerintah melakukan kontrol atas pemenuhan ?pangan, kesehatan, dan kebutuhan bahan makanan untuk bayi dan anak di tempat pengungsian," kata Masykur.