Penyelenggara Pemilu dua kabupaten di DIY terancam pidana

id Bawaslu, pidana pemilu, penghilangan suara

Penyelenggara Pemilu dua kabupaten di DIY terancam pidana

Sejumlah petugas Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan KPY DIY melakukan pengecekan formulir C1 saat Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD dan DPRD DIY Tahun 2019 Tingkat Provinsi di Jogja Expo Centre, DI Yogyakarta, Senin (8/5/2019). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc. (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)

Jika suara tersebut dikembalikan ke partai politik yang berhak, maka itu adalah masalah administratif karena ada pergeseran suara sehingga harus dibetulkan. Namun, perbuatan penyelenggara pemilu tersebut masuk dalam ranah dugaan pidana pemilu. Perbua

Yogyakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu DIY menyebut terdapat penyelenggara pemilu di dua kabupaten yaitu Sleman dan Bantul yang terancam pidana pemilu karena melanggar salah satu pasal di UU Pemilu, yaitu menghilangkan suara.

“Kasus ini sedang dalam penanganan Bawaslu di dua kabupaten tersebut. Kami terus memantau. Meskipun proses rekapitulasi penghitungan suara sudah selesai, namun karena ini masuk dalam dugaan pidana pemilu, maka kasus tetap bisa dilanjutkan,” kata Komisioner Bawaslu DIY Sri Werdiningsih di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, penyelenggara pemilu di dua kabupaten tersebut diduga melanggar pasal 532 UU Nomor 7 Tahun 2017 yaitu menghilangkan suara atau menyebabkan suara pemilih menjadi tidak bernilai, atau menyebabkan naik dan turunnya perolehan suara.

Ancaman hukuman jika penyelenggara Pemilu terbukti melakukan pelanggaran adalah hukuman penjara maksimal empat tahun dan denda maksimal Rp48 juta.

Di Kabupaten Sleman, dugaan penghilangan suara salah satu partai politik peserta Pemilu diketahui terjadi di salah satu kecamatan. Meskipun suara tersebut sudah kembali ke partai politik yang berhak, namun Sri Werdiningsih menyebut, bahwa pengembalian suara tersebut masuk dalam ranah administratif dan bukan pada pidana.

“Jika suara tersebut dikembalikan ke partai politik yang berhak, maka itu adalah masalah administratif karena ada pergeseran suara sehingga harus dibetulkan. Namun, perbuatan penyelenggara pemilu tersebut masuk dalam ranah dugaan pidana pemilu. Perbuatan itu yang kami tangani,” katanya.

Sedangkan di Kabupaten Bantul, dugaan pidana pemilu dengan menghilangkan suara juga muncul saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Sri Werdiningsih mengatakan, penanganan dugaan pidana pemilu tersebut dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh penyelenggara Pemilu. “Mungkin saja, akan ada lebih dari satu penyelenggara yang terjerat pidana pemilu,” katanya.

Bawaslu DIY memiliki waktu 14 hari kerja untuk memproses dugaan pidana pemilu tersebut.

Selain dugaan pidana pemilu, penyelenggara pemilu di dua kabupaten tersebut juga diselidiki untuk dugaan pelanggaran kode etik.

“Jika dari penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik diputuskan bahwa penyelenggara pemilu bersalah, maka sanksi tidak bisa diberikan jika masa kerja mereka habis,” katanya.

Meskipun demikian, Bawaslu DIY berharap, penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik tersebut tetap bisa dilanjutkan karena nantinya akan ada rekomendasi. “Misalnya saja, tidak memperbolehkan penyelenggara pemilu bersangkutan untuk aktif dalam pemilu atau pilkada berikutnya,” katanya.

Sebelumnya, KPU DIY juga mengirimkan surat kepada KPU Sleman dan Bantul untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di wilayah.