Melahirkan generasi yang bukan 'kaleng-kaleng'

id hasanuddin atjo

Melahirkan generasi yang bukan 'kaleng-kaleng'

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, Ketua Ispikani Sulteng dan Ketua SCI Sulawesi. (ANTARA/HO-Dokumen pribadi)

Palu (ANTARA) - ISTILAH kaleng-kaleng dikenal sebagai bahasa gaulnya Milenial Makassar. 

Suatu ketika saya tertarik dengan percakapan di medsos tentang sebutan kaleng-kaleng dan ingin masuk lebih dalam lagi agar bisa memahami dan memaknainya.

Dalam dialog itu si 'Unjung' mengatakan 'Bundu'! Na bilang ko 'Sangkala' besar ji caritanu, tena harapang.... Dengan santai 'Bundu' merespon; "Jangan mi ko dengar itu bodoh.... Kaleng-Kaleng ji itu. Ka tau ji toch artina kaleng-kaleng?. Banyak ji caritana, tena isina. Nyaring ki lagi bunyina...... Mau jadi apami kalau mau kita bati-batii....."kata 'Bundu'.

Dari dialog di atas terungkap bahwa dalam satu generasi ada tiga karakter yang berbeda satu sama lain.

Bundu mewakili kelompok yang ingin maju dan tidak terperangkap dengan hal-hal yang kurang produktif sehingga dia berada di gerbong yang ditarik oleh lokomotif perubahan. 

Sangkala mewakili kelompok yang kekeh dengan pikirannya dan tetap bertahan di stasiun kereta. 

Unjung mewakili kelompok 'bingung' karena terperangkap dengan situasi wait and see. Tidak ke kelompok satu dan juga tidak ke kelompok lainnya. 

Dari analisis ini generasi yang bukan 'kaleng-kaleng' adalah 'Bundu. 

Pertanyaan selanjutnya bagaimana skenario melahirkan generasi yang bukan 'kaleng-kaleng'. Apalagi diperhadapkan dengan tantangan Industri 4.0 dan Society 5.0 serta harapan menjadi Indonesia Hebat tahun 2045. 

Kesemua ini menuntut lahirnya sejumlah SDM unggul yang antara lain memiliki skill dan knowledge serta berkarakter adaptif, inovatif dan update.

Baca juga: Sulteng dapat kembangkan Inshore & Offshore Aquaculture untuk pasok ibukota baru
Baca juga: Di permukaan maupun di dasar idealnya sama


Tiga pendekatan

Secara makro ada tiga pendekatan yang dapat dipergunakan untuk itu yaitu perbaikan ekonomi, pendidikan dan kesehatan. 

Kemiskinan, pengangguran dan stunting merupakan persoalan mikro yang perlu menjadi salah satu fokus perhatian. Angka kemiskinan secara nasional tahun 2018 sekitar 9,7 persen dan Provinsial Sulteng sekitar 13,7 persen. Pengangguran nasional dan Provinsial Sulteng sekitar 5,1 persen. Selanjutnya angka stunting secara nasional sekitar 31 persen dan provinsial sekitar 32 persen. 

Stunting adalah kondisi anak balita di sebuah wilayah yang perkembangan fisik dan otaknya di bawah normal. Dan ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dan kesehatan lingkungan yang tidak mendukung.

Sudah ada sejumlah regulasi yang terkait dengan upaya melahirkan SDM unggul secara nasional maupun regional. Dan semua ini berpulang kepada kreatifitas daerah, karena daerah lah yang memiliki masyarakat. 

Melahirkan SDM unggul atau bukan 'kaleng-kaleng' menjadi tugas bersama lima pemangku kepentingan atau stakeholders yaitu pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas dan media.
 Ini semua bisa berjalan sesuai harapan berpulang kepada kapasitas dan kualitas pemimpin daerahnya. 

Pilkada 2020 yang bertujuan melahirkan pimpinan daerah merupakan key point. Karena 'dia' lah yang akan menjadi inspirator atau sutradara terhadap skenario melahirkan manusia unggul alias bukan 'kaleng-kaleng'. 

Karena itu Pilkada 2020 memiliki nilai yang sangat strategis. Salah memilih pemimpin maka harapan melahirkan SDM unggul hanya menjadi cerita dalam catatan.