Bencana Alam Sigi Fenomena Alam Atau Ulah Manusia?

id banjir

Bencana Alam Sigi Fenomena Alam Atau Ulah Manusia?

Ilustrasi (antaranews)

...karena ulah sebagian masyarakat yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri

Palu, (antarasulteng.com) - Pasca banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah masyarakat bersama anggota TNI bekerja keras berupaya membersihkan rumah penduduk dan badan jalan yang tertimbun material tanah, batu-batuan dan pepohonan.

Dua desa di Kabupaten Sigi yakni Desa Kadidia dan Kamarora, Kecamatan Nokilalaki pada 20 Mei 2014 sekitar pukul 22.30 WITA prak-poranda diterjang banjir bandang dan tanah longsor.

Memang tidak ada korban jiwa yang ditimbulkan bencana alam itu, kecuali kerugian material rusaknya puluhan rumah warga, prasarana jalan, jembatan dan sarana air bersih serta areal sawah dan kebun kakao.

Dan untuk membangun kembali rumah-rumah dan fasilitas umum yang rusak akibat bencana alam tersebut sudah pasti membutuhkan dana yang cukup besar baik pemerintah maupun masyarakat sendiri.

Namun yang menjadi pertanyaan apakah bencana ini karena fenomena alam dimana curah hujan tinggi? atau benarkah dugaan banyak orang bahwa lebih kepada ulah manusia?.

Kalau fenomena alam, hujan yang mengguyur sebagian wilayah Sulawesi Tengah, termasuk Kota Palu dan Kabupaten Sigi dalam beberapa hari terakhir menurut petugas dari Badan Meteorologi, Klimatoligi dan Geofisikan (BMKG) masih normal.

Hujan yang turun dalam beberapa hari ini, kata Putri, petugas dari BMKG Kota Palu belum menujukan ektrem. "Curah hujan masih normal," katanya.

Tetapi dalam kenyataannya, meski curah hujan normal, mengapa terus menimbulkan bencana alam banjir bandang dan tanah longsor?.

Benarkah bahwa bencana alam yang terjadi di Desa Kamarora dan Kadidia lebih dikarenakan ulah manusia karena pembalakan liar dan perambahan hutan demi memperjuangkan isi perut keluarga?.

"Hanya alam dan Tuhan yang mengetahuinya," kata Kepala Desa Kamarora, Daniel Nado di lokasi bencana alam di Desa Kamarora, Kecamatan Nokilalaki, Jumat.

Dari beberapa bukti yang kita lihat di lokasi bencana berupa banyaknya potongan-potongan batang kayu besar yang menutupi badan jalan dan juga halaman rumah penduduk di dua desa itu mengisyaratkan bahwa sesungguhnya hutan disekitarnya sudah rusak.

Rusak oleh ulah oknum-oknum masyarakat yang egois hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, tetapi dampaknya dari bencana telah menyengsarahkan orang banyak yang tidak bersalah.

"Saya bisa pastikan sudah ada banyak sekali kebun masyarakat di dalam hutan di sekitarnya," katanya.

Padahal, kata Kades Daniel, Desa Kamarora dan Desa Kadidia merupakan desa yang berbatasan langsung, bahkan sebagian ada permukiman dan kebun masyarakat sudah masuk dalam kawasan Taman Nasional.

Daniel menambahkan sehari setelah bencana alam banjir dan tanah longsor, ia bersama beberapa warga dan juga petugas polisi hutan (Polhut) Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) sempat masuk ke hutan dan memang banyak sekali titik-titik longsor yang diakibatkan pohon-pohon besar telah ditembang untuk dijadikan kebun.

"Saya mengambil kesimpulan bahwa sesungguhnya bencana alam banjir dan tanah longsor di Desa Kamarora dan Kadidia karena hutan yang ada di sekitar permukiman sudah banyak dijadikan areal kebun," katanya.

Hal senada juga disampaikan Yahya Lulu, sekretaris Camat Nokilalaki. Yahya juga sependapat bahwa bencana yang melanda wilayahnya itu selain karena hujan, juga terjadi penggundulan hutan untuk perkebunan warga.

Hutan yang berfungsi sebagai penyanggah air agar tidak terjadi erosi, kini sudah dibuka oknum masyarakat tak bertanggungjawab untuk dijadikan kebun.

Padahal, katanya bertahun-tahun wilayah ini aman dari banjir dan tanah longsor. Tetapi siapa nyana hanya hujan semalaman saja bisa mendatangkan banjir bandang dan tanah longsor yang cukup dasyat.

"Itu karena ulah sebagian masyarakat yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri," katanya dengan nada kesal.

Harus Dihentikan

Sementara Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sigi, Paulina di sela-sela kunjungannya di lokasi bencana di Desa Kamarora mengatakan jika melihat kondisi yang ada di lapangan dengan banyaknya limbah kayu sedang dan besar kemungkinan besar terjadi pembalakan liar dan pembukaan lahan kebun oleh masyarakat setempat.

"Coba perhatikan ada banyak sekali kebun dan pondok dibangun, padahal itu sudah masuk kawaswan hutan lindung," katanya.

Kenapa bisa warga membuka kebun di hutan lindung? "Ini harus dihentikan karena jika dibiarkan berlarut-larut akan semakin banyak dan luas lagi mereka olah," kata Paulina yang juga Ketua DPC Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kabupaten Sigi.

Instansi berwenang, Taman Nasional, Dinas Kehutanan dan pemerintah daerah dan kecamatan serta desa harus bersama-sama untuk mengambil langkah konkret agar pembalakan liar dan pembukaan kebun di areal hutan lindung tidak lagi terjadi.

Mereka harus dikeluarkan segera dari dalam kawasan."Jangan biarkan mereka. Saya khawatir kalau hujan beberapa hari bisa-bisa lebih besar lagi bencana yang datang," katanya prihatin.

Selain karena wilayah permukiman berbatasan langsung dengan Taman Nasional dan hutan sudah mulai gundul, Paulina berharap masyarakat untuk bersama-sama menjaga, bukan sebaliknya merusak atau merambah hanya karena ingin agar kebun semakin luas.

Menurut dia jika hutannya bagus, tentu bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor tidak akan sampai terjadi.

"Semuanya kan untuk masyarakat yang ada di sekitarnya," ujar Paulina yang juga anggota DPRD terpilih pada Pemilu Legislatif 9 April 2014.

Kepala Bidang Teknis Balai Besar TNLL, Ahmad Yani membenarkan kedua desa yang dilanda banjir bandang dan tanah longsor itu sebagian permukiman dan kebun warga masuk dalam kawasan Taman Nasional.

"Saya tidak pernah menyangkan akan ada bencana alam banjir dan tanah longsor seperti yang baru saja terjadi di Desa Kamarora dan Kadidia," katanya.

Ia mengatakan semula justru yang saya khawatirkan bencana alam banjir dan tanah longsor di bagian utara dan timur Taman Nasional karena memang disana terbilang cukup parah.

Taman Nasional pernah melakukan survei dari udara dan banyak sekali titik-titik berpeluang longsor karena hutannya sudah rusak.

Tetapi apa yang ia khawatirkan selama ini tidak terjadi. Justru dibagian selatan Taman Nasional yang terjadi bencana alam banjir dan tanah longsor.

Pihaknya, kata Ahmad Yani selama ini terus gencar melakukan sosialisasi, termasuk mengajak masyarakat untuk mendukung program rehabilitasi hutan.

Ia mengatakan dalam setiap kali pertemuan dengan masyarakat di desa sekitar kawasan hutan lindung selaju mengajak masyarakat menanam kembali pohon atau tanaman-tanaman yang bisa menjadi pelindung dan penyangga air.

Semua itu dilakukan semata-mata agar hutan tetap terpelihara dan habitan satwa di dalam bisa hidup tenang dan nyaman berkembangbiak, sekaligus tentu mengantisipasi bencana alam.

Tetapi ada oknum-oknum masyarakat yang tidak bertangungjawab melakukan pembalakanliar dan pembukaan lahan kebun dalam kawasan hutan lindung.

"Kalau sudah ada bencana seperti ini, baru menyesal. Penyesalan di belakang tidak ada gunanya lagi," katanya.

Ahmad Yani berharap dengan adanya bencana alam banjir bandang dan tanah longsor di Desa Kadidia dan Kamarora paling tidak dijadikan bahan perenungan bagi kita semua bahwa alampun dan Tuhan marah jika manusia terlalu serakan.

Jadikanlah bencana ini sekaligus sebagai peringatan agar kita tidak lagi mengganggu hutan yang ada disekitarnya, melainkan menjaga dengan baik sehingga bencana tidak lagi terjadi.(skd)

Pewarta :
Editor : Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.