Bawaslu: Keterwakilan perempuan anggota Panwaslu di Sulteng 23 persen

id Bawaslu Sulteng, Ivan Yudharta, panwaslu, pemilu serentak, politik

Bawaslu: Keterwakilan perempuan anggota Panwaslu di Sulteng 23 persen

Iluatrasi- Petugas Linmas sedang mengukir suhu tubuh pemilih sebelum masuk kedalam Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menyalurkan hak pilih, di salah satu TPS Desa Baliara, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong, Rabu (9/12/2020). ANTARA/Moh Ridwan

Palu (ANTARA) -

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah mengatakan keterwakilan perempuan sebagai anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) tingkat kecamatan di provinsi itu sebanyak 120 orang atau 23 persen untuk melakukan tugas pengawasan pada Pemilu serentak 2024.
"Masing-masing penyelenggara di kabupaten/kota telah mengupayakan keterwakilan perempuan 30 persen, namun 30 persen bukan menjadi acuan yang baku. Angka 23 persen sudah cukup memadai," kata Koordinator Divisi SDM, Organisasi, Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Sulteng Ivan Yudharta di Palu, Sabtu.
Ia menilai peran perempuan juga penting dalam kegiatan penyelenggaraan Pemilu karena sejalan dengan kesetaraan gender sekaligus sebagai bagian dari demokrasi.
Ia menyebut dari 13 kabupaten dan kota di Sulteng telah terpilih 525 anggota Panwaslu dan telah diambil sumpah yang selanjutnya menjalankan tugas pengawasan di tingkat kecamatan, terdiri dari 405 orang atau 77 persen laki-laki dan 120 orang atau 23 persen perempuan.
Mantan Ketua Bawaslu Kota Palu itu memaparkan, jumlah tersebut meningkat dibandingkan jumlah keterpilihan perempuan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2022 sebagai anggota Panwaslu hanya 95 orang.
"Banyak faktor pertimbangan lolos atau tidak sebagai anggota Panwaslu, di antaranya dinilai dari segi pengalaman dan pengetahuan tentang kepemiluan, wawasan kebangsaan. Selanjutnya juga skor saat tahapan tes tertulis dan wawancara," tutur Ivan.
Ia mengatakan anggota Panwaslu dituntut harus mampu bekerja sepenuh waktu, berkolaborasi dalam tim, berintegritas tinggi serta mampu mengimplementasikan arah peraturan dan perundangan-undangan saat menjalankan tugas lapangan.

Sebab, kata dia, setiap tahapan pemilu memiliki potensi pelanggaran, baik pelanggaran antarpeserta pemilu, peserta dan penyelenggara, maupun pelanggaran etik antarpenyelenggara.

"Panwaslu sebagai bagian dari penyelenggara Pemilu harus memegang teguh integritas saat melaksanakan tugas. Selain itu membantu memberikan pendidikan kepemiluan kepada masyarakat sebagai upaya mencegah terjadinya pelanggaran, sekaligus membantu meningkatkan partisipasi pemilih lewat edukasi dan sosialisasi," demikian Ivan.