Jerman, Prancis prihatin atas situasi kemanusiaan di Gaza

id Jerman, Prancis, Situasi kemanusiaan, Gaza

Jerman, Prancis prihatin atas situasi kemanusiaan di Gaza

Seorang anak laki-laki berlutut di dekat kuburan para korban tewas dalam konflik Hamas-Israel di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, pada Selasa (30/1/2024). (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Berlin (ANTARA) - Jerman dan Prancis menyuarakan keprihatinan mereka atas memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza, kata Perdana Menteri baru Prancis Gabriel Attal pada Senin (5/2), setelah pembicaraannya dengan Kanselir Olaf Scholz di Berlin.

"Selama kami berunding, kami juga sekali lagi menyatakan keprihatinan kami terkait situasi kemanusiaan di Jalur Gaza dan hilangnya banyak nyawa warga sipil di Palestina," kata Attal dalam konferensi pers gabungan dengan Scholz.

"Saya ingin menegaskan kembali: bahwa hukum internasional harus dihormati dan harus ada gencatan senjata kemanusiaan agar bantuan dapat tersedia bagi warga sipil. Satu-satunya solusi damai adalah solusi damai dua negara di mana masyarakat bisa hidup damai dan aman," tambahnya.

Sementara itu, Scholz mendesak "akses yang lebih baik terhadap bantuan kemanusiaan" bagi warga Gaza.


"Kami menyerukan agar warga Palestina di Gaza akhirnya bisa memperoleh akses yang lebih baik terhadap bantuan kemanusiaan dan agar penduduk sipil mendapatkan perlindungan lebih baik selama operasi militer. Saya telah dapat memperjelas hal ini kembali kepada PM Israel (Benjamin) Netanyahu dalam percakapan via telepon sore ini," ujar Scholz.

Netanyahu juga memberi informasi terbaru kepada kanselir "tentang situasi militer di Jalur Gaza dan di perbatasan Israel-Lebanon," menurut juru bicara pemerintah Jerman Steffen Hebestreit.


"Dia menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk secara signifikan meningkatkan akses dan penyaluran bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Gaza. Suplai dan situasi keamanan bagi penduduk sipil Palestina saat ini sangat mengkhawatirkan," lanjut Hebestreit.

Kanselir Scholz kembali menekankan bahwa "hanya solusi dua negara yang dinegosiasikan akan membuka prospek solusi berkelanjutan terhadap konflik Timur Tengah," menurut Hebestreit.



Sumber: Anadolu