Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menunda sidang putusan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan kurun waktu 2017—2023.
Hakim Ketua Djuyamto mengatakan bahwa penundaan sidang putusan untuk empat terdakwa itu karena majelis hakim belum siap membacakan putusan terkait dengan kasus tersebut.
"Senin kemarin, salah seorang hakim anggota, yaitu Hiashinta sakit, sehingga musyawarah majelis hakim belum selesai terkait dengan kasus ini," kata Djuyamto dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
Dengan begitu, majelis hakim memutuskan pembacaan putusan pada hari Senin, 25 November 2024. Hakim Ketua menegaskan bahwa setelah ini tak akan ada lagi penundaan sidang.
Adapun dalam sidang tersebut, keempat terdakwa yang telah siap mendengarkan putusan majelis hakim, yakni Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016—2017 Nur Setiawan Sidik serta Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017—2018 Amanna Gappa
Ada pula Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan serta Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana Freddy Gondowardojo, yang menunggu pembacaan putusan sebagai terdakwa dari pihak swasta.
Sebelumnya, Nur Setiawan dan Amanna masing-masing dituntut agar dijatuhkan hukuman 8 tahun dan 7 tahun penjara karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan korupsi Balai KA.
Selain pidana badan, keduanya juga dituntut Nur Setiawan dan Amanna dengan pidana denda masing-masing Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa uang pengganti masing-masing Rp1,5 miliar subsider 4 tahun kurungan dan Rp3,2 miliar subsider 3,5 tahun kurungan.
Sementara itu, Arista dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp3,2 miliar subsider 3,5 tahun kurungan.
Selain itu, Freddy dituntut pidana penjara selama 7 tahun, denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp64,2 miliar subsider 3,5 tahun kurungan.
Dalam kasus dugaan korupsi tersebut, keempat terdakwa diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,15 triliun karena memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan jabatan.
Dengan demikian, perbuatan keempat terdakwa diatur dan diancam pidana pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam memperkaya diri atau orang lain, JPU mengungkapkan para terdakwa telah memperkaya mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan sebesar Rp10,59 miliar, Nur Setiawan Rp3,5 miliar, serta Amanna Rp3,29 miliar.
Perbuatan korupsi juga didakwakan karena telah memperkaya mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana sebesar Rp1,04 miliar, mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa Halim Hartono Rp28,13 miliar, serta Arista dan/atau PT Dardela Yasa Guna Rp12,34 miliar.
Korupsi turut dilakukan dengan memperkaya Freddy dan/atau PT Tiga Putra Mandiri Jaya sebesar Rp64,3 miliar, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan periode 2016–2017 Prasetyo Boeditjahjono Rp1,4 miliar, serta beberapa pihak lainnya senilai total Rp1,03 triliun.