HUT Wita Mori diperingati untuk pertama kali setelah 162 tahun

id HUT, Mori,Wita Mori,Morut

HUT Wita Mori diperingati untuk pertama kali setelah 162 tahun

Bupati Morowali Utara Ir Aptripel Tumimomor, MT (baju adat merah) saat hadir dalam upacara peringatan HUT ke-162 Wita Mori di Benteng Ensa Ondau, Desa Korompeeli, Jumat (22/6) (Antaranews Sulteng/Ale)

Kolonodale (Antaranews Sulteng) - Hari Ulang Tahun (HUT) ke 162 Wita Mori, diperingati di Benteng Ensa Ondau, Desa Korompeeli, Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Jumat (22/6/2018) dana suasana khidmat dengan hawa udara pegunungan yang diikuti ratusan orang.

Meski sudah berusia 162 tahun, namun baru kali inilah HUT Wita Mori (Tanah Mori) tersebut diperingati secara resmi. Seluruh upacara menggunakan bahasa daerah Mori, kecuali teks Pancasila dan syair Indonesia Raya yang dinyanyikan dengan penuh semangat oleh hadirin.

Selain bupati, hadir pula sejumlah tokoh adat, tokoh masyarakat, Relawan Monga’e, Karang Taruna Lemboroma, Karang Taruna Korompeeli, Karang Taruna Kolaka, Kelompok Pecinta Alam (KPA) Santiwali Bunta dan Tompira, KPA Wita Mori Beteleme, KPA Go Green Beteleme, KPA SMA Lembo Raya, KPA SMA dan SMK Lemboraya, KPA SMK Rahmani Beteleme serta masyarakat setempat.

Baik Bupati Morut, Ketua Dewan Adat Mori maupun tokoh-tokoh adat dari beberapa desa, hadir dengan menggunakan pakaian adat Mori.

Upacara diawali pembacaan sejarah singkat Perang Ensa Ondau atau biasa juga disebut Perang Mori Pertama, kemudian dilanjutkan pembacaan Surat Keputusan Dewan Adat Wita Mori tentang Penetapan Hari Jadi Wita Mori yang dibacakan oleh Ketua Dewan Adat Mori Siwadarman Tamanampo, SH. 
 
Tadulako Relawan Monga’e Alwun Lasiwua, SP, MM selaku inspektur upacara (Antaranews Sulteng/Ale)

Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Tadulako Relawan Monga’e Alwun Lasiwua, SP, MM sedangkan pengerek bendera adalah anak-anak SMP Negeri II Lemboraya Poona.

Relawan Monga’e berinisiatif melaksanakan upacara memperingati HUT Wita Mori setelah ada penetapan resmi dari Dewan Adat Mori. Upacara itu sengaja dilaksanakan di Benteng Ensa Ondau karena dari sinilah pecah Perang Mori I melawan pemerintahan kolonial Belanda.

Relawan Monga’e merupakan kelompok pemuda yang tertarik pada pelestarian budaya dan situs-situs sejarah Mori. Kelompok ini sudah sering melakukan ekspedisi di tempat-tempat bersejarah di wilayah Mori seperti Benteng Wulanderi, Benteng Pa’antobu, Benteng Matanda’u, dan beberapa tempat bersejarah lainnya.
 
Walaupun lapangan upacara berlumpur akibat hujan yang mengguyur kawasan Ensa Ondau selama dua hari, namun tidak menyurutkan antusias peserta upacara dan suasana heroik mengenang perjuangan para pemberani Mori saat itu. 

Mengenang perjuangan nenek moyang

Dalam sambutan singkatnya dengan menggunakan bahasa Mori, Tadulako Monga’e Alwun Lasiwua mengemukakan upacara ini dilaksanakan untuk mengenang nilai-nilai perjuangan nenek moyang yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk mempertahankan harga diri dan daerahnya.

"Di tempat ini, di kawasan Benteng Ensa Ondau, para pejuang Tanah Mori dengan peralatan seadanya berani melawan pasukan tentara kolonial dan sekutunya dengan peralatan perang modern. Kita berada di sini untuk mengenang perjuangan luhur nenek moyang kita,” katanya.
 
Pemotongan seekor sapi untuk adat 'moreapi' dalam upacara peringtatan HUT ke-162 Wita Mori di Benteng Ensa Ondau, Korompeeli, Morowali Utara, Jumat (22/6) (Antaranews Sulteng/Ale)

Seusai upacara, kegiatan diteruskan dengan prosesi moreapi'(menumpahkan darah) dengan cara pemotongan seekor sapi. Prosesi ini merupakan penghormatan kepada leluhur yang telah berjuang dengan mempertaruhkan nyawa dan segala apa yang mereka miliki. 

Sapi tersebut disumbangkan oleh Bupati Morut Aptripel Tumimomor. Daging sapi kemudian dimasak dan dimakan bersama di lokasi upacara, dan sebagiannya lagi dibagikan kepada masyarakat sekitarnya.
Pengibaran bendera merah putih dalam upacara peringtatan HUT ke-162 Wita Mori di Benteng Ensa Ondau, Korompeeli, Morowali Utara, Jumat (22/6) (Antaranews Sulteng/Ale)