Penetapan zona merah eks bencana alam butuh kajian mendalam

id advokad

Penetapan zona merah eks bencana alam  butuh kajian mendalam

Ketua APINDO Achrul Udaya (Antara/Anas Masa)

Palu (ANTARA) - Penetapan zona merah di lokasi eks bencana alam gempabumi di Palu, Sulawesi Tengah membutuhkan suatu kajian mendalam yang melibatkan sejumlah pihak terkait, kata pengacara yang juga Ketua APINDO Sulteng Achrul Udaya.
.
"Bukan asal ditetapkan, sebab menyangkut hak-hak keperdataan masyarakat," katanya di Palu, Kamis.

Ia mengatakan Pemkot Palu telah mengeluarkan peraturan menetapkan beberapa lokasi eks gempa bumi,tsunami dan likuifaksi sebagai zona merah atau dilarang keras untuk mendirikan bangunan, termasuk rumah tinggal di wilayah itu.

Tetapi sampai sekarang ini masih ada juga beberapa bangunan rumah tinggal yang sama sekali tidak rusak dan tetap ditinggali pemiliknya.

Terus, pemerintah kota melarang warga untuk bermukim lagi di eks lokasi bencana alam tersebut.

Menurut dia, penetapan suatu lokasi zona merah seperti dilakukan oleh Pemkot Palu semestinya melalui suatu proses kajian mendalam.

Kajian mendalam perlu dilakukan sebelum ditetapkan sebagai zona merah, sebab menyangkut hak-hak keperdataan masyarakat.

Bagaimana dengan kepemilikan tanah masyarakat. "Apakah hanya dibiarkan saja begitu oleh pemerintah," tanya Achrul.

Pemkot Palu perlu melibatkan beberapa pihak seperti BMKG, BNPB/BPBD dan juga akademis.

Dari kajian tersebut, barulah ditetapkan suatu lokasi tidak boleh dibangun perumahan atau permukiman karena merupakan zona terlarang.

Begitu halnya dengan penetapan lokasi pembangunan hunian tetap (huntap) yang dilakukan oleh Pemkot Palu.

Pemkot Palu, kata Achrul perlu melakukan kajian mendalam suatu lokasi pemukiman yang layak.

Lokasi pembangunan huntap di Kelurahan Tondo, Kecamatan Palu Timur, menurut dia juga perlu dikaji.

Karena di lokasi huntap juga saat terjadi bencana alam gepabumi 7,4 SR pada 28 September 2018 banyak bangunan yang rusak.

"Apakah Pemkot Palu bisa menjamin lokasi itu aman dari gempabumi?," kata dia.

Dia juga menyayangkan masih banyak korban bencana alam gempa bumi,tsunami dan likeifakesi di Kota Palu yang hingga kini masih tinggal di lokasi pengungsian sementara dengan menggunakan tenda-tenda darurat.

Mereka tidak pernah mendapatkan hunian sementara (huntara), apalagi hunian tetap (huntap).

Akibatnya, mereka masih tetap bertahan ditenda-tenda darurat dengan kondisi memprihatinkan karena selain tenda sudah bocor, juga dalam kondisi pandemik COVID-19 ini kekurangan bahan makanan dan lainnya, sebab mereka tidak bisa bekerja karena ada larangan pemerintah untuk tinggal di rumah saja. Seharusnya, mereka mendapatkan bantuan berbagai kebutuhan sehari-hari dari pemerintah.