Dubes RI inginkan Republik Kolombia jadi anggota Dewan Negara Produsen Sawit

id Dubes RI untuk Kolombia, CPOPC, Republik Kolombia, doktor HC UMM, kelapa sawit

Dubes RI inginkan Republik Kolombia jadi anggota Dewan Negara Produsen Sawit

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Republik Kolombia Drs Priyo Iswanto, M.H (kiri) menerima ijazah sebagai doktor Ilmu Spsial Bidang Etika Diplomasi dari Rektor UMM Dr Fauzan di kampus UMM, Sabtu (30/1) (ANTARA/HO/UMM/END)

Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik Kolombia merangkap Antigua dan Barbuda, Saint Cristopher dan Nevis, Drs Priyo Iswanto, M.H. menginginkan Kolombia menjadi anggota Dewan Negara Produsen Sawit (CPOPC).

"Kami yakin bergabungnya Kolombia mampu memperkuat CPOPC dan dukungan untuk melawan kampanye hitam terhadap komoditas minyak sawit dunia," kata Priyo di sela orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Doktor HC Ilmu Sosial Bidang Etika Diplomasi di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Malang, Sabtu.



Priyo menjelaskan bahwa meski telah tercapai kesepakatan antara ASEAN dan Uni Eropa tentang isu kelapa sawit yang dikaitkan SDGs, kampanye positif penghasil kepala sawit masih harus terus dilakukan.

"Harapannya, publik bisa semakin percaya bahwa komoditas ini memiliki banyak nilai positif dan manfaat," ujarnya.

Pada kesempatan itu Priyo juga menjelaskan strategi meningkatkan reputasi kelapa sawit, khususnya dari perspektif tujuan pembangunan dan berkelanjutan (SDGs) plus.



Ia menerangkan bahwa kelapa sawit bisa dilihat dan dipahami melalui empat dimensi, yakni dimensi ekonomi, sosial, lingkungan serta moral.

Dari aspek ekonomi misalnya, kelapa sawit dinilai menjadi faktor penting dalam menekan angka kemiskinan dan mengurangi kelaparan. Selain itu, juga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan yang layak.

Kelapa sawit juga mampu membantu mengurangi kesenjangan sosial antara penduduk kota dan desa. Menjamin kualitas dan standar kehidupan yang lebih baik. Hanya saja, kelapa sawit juga tidak lepas dari tuduhan negatif.



Padahal, kata Priyo, faktanya kelapa sawit memerlukan lahan yang lebih hemat ketimbang kedelai maupun kanola. Kelapa sawit juga menyumbang emisi gas karbondioksida hanya 5 persen.

"Menurut data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), kelapa sawit justru menyerap 161 ton karbondioksida dan menghasilkan oksigen sebanyak 18,7 ton/hektare per tahun," ucapnya.