Pengamat: Penguatan pertahanan harus sesuai dengan kapasitas fiskal

id Pengamat, Aspirasi, Capres, Kapasitas Fiskal, Debat Capres, Alutsista, Belanja Pertahanan,kampanye,Pemilu 2024,Pilpres 2

Pengamat: Penguatan pertahanan harus sesuai dengan kapasitas fiskal

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam Debat Ketiga Capres Pemilu 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc/pri)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer Alman Helvas Ali menyoroti pentingnya para calon presiden (capres) peserta Pemilu 2024 menyesuaikan aspirasi mereka terkait penguatan pertahanan dengan kapasitas fiskal negara Indonesia.

"Apa pun aspirasi para calon presiden itu, pada akhirnya harus disesuaikan dengan kapasitas fiskal negara," kata Alman kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Alman mengatakan hal itu untuk menanggapi jawaban para capres dalam Debat Ketiga Capres Pemilu 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu malam (7/1).

Dia juga memahami masing-masing capres memiliki program unggulan di setiap sektor, baik pertahanan, keamanan dan ketertiban, ekonomi, fasilitas umum, perumahan, dan sebagainya.



Namun, mengutip data APBN dari tahun 2016 sampai 2023, Alman mengatakan bahwa belanja pemerintah selama periode tersebut lebih banyak diprioritaskan untuk sektor-sektor terkait ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Artinya, lanjut Alman, kapasitas fiskal tersebut sangat tergantung dengan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, anggaran pemerintah untuk pertahanan selama ini tidak pernah masuk dalam lima besar prioritas belanja.

"Jadi, pada akhirnya kita akan kembali ke masalah anggaran," imbuhnya.

Oleh karena itu, Alman menyarankan agar para capres menyesuaikan aspirasi mereka soal belanja negara untuk penguatan pertahanan sesuai dengan kapasitas fiskal Indonesia saat ini.

"Jadi, apa yang dikatakan capres nomor 1 dan 3 itu betul, bahwa ekonomi harus ditambahkan kalau kita ingin menaikkan anggaran pertahanan. Kalau tidak, maka anggaran pertahanan bisa dibesarkan, tetapi ada korban di sektor belanja yang lain," jelasnya.



Soal seberapa penting peningkatan belanja untuk sektor pertahanan, Alman mengatakan hal itu penting bagi pemerintah untuk mengganti alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang ada saat ini.

Menurut dia, banyak alutsista milik Pemerintah Indonesia diproduksi dari sekitar tahun 1960-an sampai 1980-an, sehingga sudah perlu diganti. Namun, dia menyadari kapasitas fiskal pemerintah saat ini cukup terbatas untuk mengganti alutsista tersebut.

Sehingga, modernisasi yang perlu dilakukan pemerintah saat ini bukanlah untuk menambah jumlah alutsista, melainkan untuk mengganti alutsista sudah yang lama.



"Jadi, sebenarnya itu cukup penting, mengingat alutsista kita banyak yang teknologinya ketinggalan. Tapi, sekali lagi, ini tergantung dengan kebijakan pemerintah untuk bagaimana mendapatkan dana untuk mendukung modernisasi tanpa mengorbankan sektor-sektor lain," katanya.

Terkait belanja alutsista bekas yang diduga dilakukan Kementerian Pertahanan, Alman menilai pengadaan alutsista itu penting sepanjang tepat sasaran.

"Ya, memang penambahan alutsista itu saya setuju, sepanjang belanjanya tepat sasaran. Tepat sasaran itu artinya alutsista yang dibeli itu memang dibutuhkan; yang kedua memang kualitasnya bagus. Jadi, memang pengadaan senjata bekas itu selalu jadi kontroversi dan itu juga tidak tepat. Itu pandangan saya," ujar Alman.