Imunisasi cara hemat dan banyak manfaat dalam bangun negara

id pekan imunisasi dunia,kementerian kesehatan,kemenkes,imunisasi

Imunisasi cara hemat dan banyak manfaat dalam bangun negara

Dokter meneteskan vaksin polio jenis imunisasi novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) kepada seorang siswa di SDN Sawah Besar 2, Semarang, Jawa Tengah, Senin (19/2/2024). Kementerian Kesehatan menggelar Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahun 2024 putaran kedua secara serentak di tiga provinsi dan satu kabupaten yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, dan Sleman dengan total sasaran 8,4 juta anak berusia 0-7 tahun selama tujuh hari sebagai upaya menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) polio. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt

Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine menyebut bahwa imunisasi adalah upaya yang hemat biaya lagi banyak manfaatnya dalam pembangunan negara.

"Kenapa dibilang cost effective? Karena diberikan satu manfaatnya bisa sampai tiga. Yang pertama pasti untuk individu, individu yang diberikan imunisasi dia pasti akan mendapatkan pencegahan secara spesifik," ujarnya dalam konferensi pers Pekan Imunisasi Sedunia yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin.   

Prima menyebut bahwa imunisasi memberikan perlindungan khusus pada satu penyakit tertentu. Oleh karena itu, ujarnya, imunisasi harus diberikan secara lengkap pada anak, agar dapat menghindarkan anak dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.  

Dia menyebut, apabila lebih dari 90 persen anak di suatu area sudah mendapat imunisasi, maka akan terbentuk kekebalan komunal atau herd immunity. Sehingga apabila ada satu atau dua anak di area itu yang belum imunisasi, maka akan tetap terlindungi selama dia berada di daerah itu.

Meski demikian, ujarnya, imunisasi tetap penting diberikan, agar anak terjaga ke manapun dia pergi.

"Di samping itu keuntungan imunisasi yang berikutnya adalah lintas kelompok. Jadi kalau kita berikan imunisasi di kelompok anak, maka ini akan memutus transmisi penyakit ke kelompok dewasa," dia menambahkan.  

Dia mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyebutkan bahwa apabila imunisasi dapat dijalankan secara baik sesuai target yang ditentukan, maka sekitar dua hingga tiga juta risiko kematian yang dapat dicegah. Menurutnya, angka itu bukanlah angka yang kecil.  

Apabila cakupan imunisasi cukup tinggi dan merata, maka hal itu juga dapat mengurangi tingkat resistensi antibiotik juga, karena tidak akan banyak yang jatuh sakit. Dengan demikian, katanya, tidak ada pemakaian antibiotik yang berlebihan yang dapat menyebabkan resistensi.  

"Nah, kalau kita semua negara di dunia bisa bertahan tinggi dan merata tuh cakupannya, maka ada ekstra 1,5 juta orang lagi yang bisa diselamatkan kehidupannya dengan imunisasi ini," dia menambahkan.  

Dia menyebutkan, apabila imunisasi tidak dilakukan, maka manfaat-manfaat tersebut tidak akan tercapai. Selain itu, katanya, risiko kejadian luar biasa (KLB) di daerah yang cakupan imunisasinya rendah semakin tinggi.  

"Akan sangat mudah daerah ini terinfeksi atau terdampak PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) yang akan jatuh kepada KLB. KLB ini sebetulnya sama dengan wabah gitu ya, dalam konteks yang kecil," katanya.

Prima menuturkan, apabila hal itu terjadi, maka akan membebani pemerintah pusat dan daerah, selain itu pembangunan negara semakin terhambat karena dana yang dialokasikan untuk penanganannya jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya untuk mengadakan imunisasi secara rutin.