Pemprov Sulteng ingatkan kehati-hatian menggunakan e-katalog

id Pemprov Sulteng,Novalina,Pengadaan Barang Jasa,katalog elektronik

Pemprov Sulteng ingatkan kehati-hatian menggunakan e-katalog

Pjs Gubernur Sulteng Novalina dalam kegiatan bimbingan teknis tentang prinsip kehati-hatian dalam transaksi e-katalog di Kota Palu, Senin (11/11/2024). (ANTARA/HO-Humas Pemprov Sulteng)

Palu (ANTARA) -
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengingatkan prinsip kehati-hatian bagi penjabat Pengadaan Barang Jasa (PBJ), dalam menggunakan katalog elektronik (e-katalog).

“Digitalisasi memungkinkan semua jejak transaksi terekam, sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melihat dan mengetahui apa yang terjadi di daerah,” katanya di Palu, Senin.

Dia mengungkapkan, agar e-katalog tidak disalahgunakan, KPK telah mengembangkan aplikasi elektronik audit (e-audit) untuk mengawasi transaksi-transaksi pengadaan, yang dianggap mencurigakan dan menjurus ke tindak pidana korupsi.

Dia mengungkapkan PBJ Pemerintah Provinsi Sulteng tercatat sebanyak 51,02 persen, yang sudah dilaksanakan lewat e-katalog. Namun di baliknya, ternyata masih banyak pula transaksi Pemprov Sulteng yang belum tercatat dalam sistem Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), disebabkan prosedur dalam e-katalog tidak diselesaikan sampai tahap penilaian kinerja penyedia.

“Semestinya habis belanja harus dilaporkan, supaya tidak ada kesenjangan antara transaksi dan laporan,” pesannya.

Penegasan itu disampaikan Novalia di hadapan para pejabat pengadaan (PP) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lingkup Pemprov Sulteng saat membuka bimbingan teknis tentang prinsip kehati-hatian dalam transaksi e-katalog.

Lanjut dia, dengan terlambatnya pelaporan itu, berakibat timbulnya kesenjangan yang besar, sehingga laporan capaian pemerintah provinsi tergolong rendah, di dalam aplikasi bigbox LKPP maupun e-monev LKPP.

Novalina juga mengajak seluruh peserta supaya adaptif dengan perubahan, agar semakin hati-hati dan teliti dalam proses PBJ pemerintah daerah.

“Kadang kita alergi dengan digitalisasi, karena sudah terbiasa dengan cara-cara lama. Padahal kita dituntut memberikan pelayanan prima yang akuntabel,” katanya menegaskan.