Legislator desak Pemprov Sulteng maksimal pengawasan BBM

id Nasdem

Legislator desak Pemprov Sulteng maksimal pengawasan BBM

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng Muh Masykur menerima aspirasi masyarakat saat ia menggelar pertemuan di Aula Pertemuan Uwlera Desa Porame (21/7). (Antaranews Sulteng/istimewa) (Antaranews Sulteng/istimewa/)

Palu,  (Antaranews Sulteng) - Anggota DPRD Sulawesi Tengah Muh Masykur mendesak pemerintah daerah untuk memaksimalkan pengawasan secara masif dan terstruktur terkait distribusi bahan bakar minyak (BBM).

"Terkait tidak maksimalnya sumber pendapatan daerah dari pajak Bahan Bakar Minyak (BBM), maka patut diduga hal itu dikarenakan masih maraknya praktik ketidakjujuran distributor dan perusahaan pengguna akhir BBM dalam menunaikan kewajiban mereka kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah," ucap Muh Masykur, di Palu, Sabtu.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng itu menguraikan praktik ketidakjujuran yang dimaksud adalah pihak perusahaan tidak terbuka dalam melaporkan penggunaan dan peruntukan BBM yang mereka serap, apakah untuk industri, pertambangan dan kehutanan, perkebunan, transportasi dan konstruksi.

Ia menguraikan berdasarkan data yang diperoleh umumnya perusahaan melaporkan penggunaan BBM hanya pada satu item laporan penggunaan saja. Misalnya pada perusahaan pertambangan dan sawit. Umumnya pihak perusahaan melaporkan penggunaan bahan bakar untuk kebutuhan industri saja.

Padahal, kata dia, dalam praktiknya tidak semata-mata hanya itu tetapi juga mereka peruntukan kebutuhan bahan bakar alat berat, transportasi dan lain-lain.

Demikian juga dengan perusahaan lainnya yang beroperasi di wilayah Sulteng. 

"Akibat dari praktik tidak jujur seperti ini adalah pendapatan daerah dari pajak BBM jadi menguap. Jika ditaksir, setiap tahunnya pemasukan pajak daerah hilang sekitar Rp60 miliar atau Rp30 miliar lebih per semester," sebut wakil rakyat daerah pemilihan Sigi-Donggala itu.

Ketua Fraksi Nasdem di DPRD Sulteng itu menguraikan bocornya pendapatan daerah ini bisa jadi dikarenakan lemahnya daya tekan dan kontrol pemerintah provinsi terhadap penggunaan BBM non-subsidi untuk sektor industri, pertambangan, transportasi, konstruksi dan sebagainya.

"Padahal Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 40 Tahun 2012 tentang Peraturan Pelaksanaan Atas Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, Khusus Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), sudah sangat jelas dan wajib dipatuhi serta dijalankan," sebut Masykur.

Karena itu, ia mendesak pemprov melalui Dinas Pendapatan Daerah untuk proaktif dan memaksimalkan aparaturnya di lapangan, secara terstruktur, masif, dan sistematis untuk melakukan investigasi dan `stock opname` terhadap agen atau supplier dan pengguna akhir BBM.

Pemprov juga wajib menerbitkan kebijakan bahwa setiap agen atau supplier penjual BBM di Sulawesi Tengah harus mempunyai Wapu (wajib pungut), dan ?bagi yang tidak mempunyai Wapu dilarang melakukan penjualan di wilayah Sulawesi Tengah.

"Merujuk ke pengertian Wajib Pungut (WAPU) adalah pihak-pihak yang diwajibkan untuk memungut dan menyetor sendiri PPN atau PBBKB atas setiap pembelian atau penerimaan barang dan jasa yang merupakan pajak," tambah Masykur.

Ia berharap hal ini diseriusi oleh Pemprov Sulteng agar potensi pendapatan daerah bisa dimaksimalkan, sekaligus sebagai wujud penyelamatan hak daerah.

"Jika pembiaran situasi seperti ini terus menerus dipelihara maka yang rugi adalah daerah dan rakyat Sulteng.

Baca juga: Legislator desak pemerintah cegah abrasi pantai Banawa