Ketika Korea Membidik Pasar Halal

id halal

Ketika Korea Membidik Pasar Halal

Jaminan Halal MUI - ilustrasi. (ANTARANEWS/Ardika) (.)

Jakarta (antarasulteng.com) - Yoo Sung Park bangga memperlihatkan sertifikat halal di dinding depan restoran seafood Ilchubong, miliknya. Sertifikat halal berlambang masjid dengan dua menara itu, dikeluarkan Korea Muslim Federation Halal Committe. Restoran luas ini strategis dan ramai, tidak jauh dari laut wilayah Sokcho-Si, Gangwon-Do, Korea.

Korea Trade-Investment Promotion Agency (Kotra) mendata 114 restoran Muslim telah ada di negara ini. Jumlah ini terus meningkat. Di Nami Island --pulau wisata yang ramai dikunjungi dan populer tempat penggambilan gambar sinetron Winter Sonata-- terdapat sebuah restoran halal. 

Islam minoritas di tengah atheisme, Budha, dan Protestan di Korea. Jumlah penganut Islam diperkirakan 150 ribu orang. Perhatian pada kehalalan belakangan cukup menggeliat. Ini antara lain semakin banyak wisatawan dari negara-negara Muslim datang ke Korea.

Kalangan industri pun semakin berminat memproduksi produk halal. Data kementerian pertanian Korea menyebutkan, ekspor halal pada 2010-2014 mengalami kenaikan pesat, 69,3 persen dengan nilai lebih dari Rp11,9 triliun. 

Ini melampaui pertumbuhan 51,5 persen pada ekspor pertanian dan makanan secara keseluruhan. Ekspor antara lain ke Negara Teluk, Indonesia, Malaysia dan Iran. Tahun 2017, Korea berharap ekspor produk makanan halal mencapai 1,5 miliar dolar AS.

Produk halal merupakan pasar konsumen yang berkembang paling cepat di dunia. Korea membaca peluang ini. Setiap tahun mereka menyelenggarakan Korea Halal Expo. Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara Arab sangat aktif dalam industri halal di Korea. 

Berbagai kegiatan sosialisasi halal mereka lakukan. Tahun lalu di Seoul dilaksanakan seminar dan pelatihan yang bertema "Halal untuk Profesional". Seminar ini menjelaskan bahwa seorang profesional dapat menjadi pelopor di pasar ekspor Korea ke negara-negara berpenduduk Islam.

Lalu bagaimana dengan produk-produk Korea yang dikomsumsi di Indonesia, yang mayoritas Islam? Adakah jaminan kehalalannya?

Pergilah ke pusat perbelanjaan atau mini market, sebagian makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik import, di antaranya produk Korea, sudah bersertifikat halal, meskipun tidak sedikit pula yang tanpa sertifikat. 


Peraturan Pemerintah

Pada 2014, Undang-undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) telah disahkan. Sayangnya, pemerintah belum membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang UU JPH sebagai payung hukum. 

Tarik-menarik juga terjadi. Sejumlah kalangan, terutama importir dan farmasi, bahkan meminta UU JPH direvisi. Alasannya, undang-undang ini diangap dapat mengganggu iklim investasi.

Dalam UU JPH, tegas disebutkan bahwa produk yang memasuki, bersirkulasi, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, wajib memiliki sertifikat halal. 

Produk tersebut antara lain terkait dengan makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimia, produk biologis, produk rekayasa genetik, dan barang-barang yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh publik. Juga dinyatakan, produk halal adalah produk yang telah dideklarasikan halal menurut syariah Islam.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentu menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah UU JPH itu, meski entah kapan. Namun MUI tetap berupaya melindungi konsumen Muslim.

"Meski sertifikasi halal telah berjalan lebih dari 26 tahun, namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur tentang halal. Undang-Undang Jaminan Produk Halal sampai sekarang juga belum diberlakukan," ujar Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin pekan lalu di hadapan lebih 200 pengusaha Korea di Seoul. 

Sebagai negara mayoritas Muslim, menurut Ma'ruf Amin, masalah halal haram di Indonesia sangat penting. Mengkonsumsi makanan dan minuman halal merupakan tuntunan agama, tidak boleh dilanggar. 

Langkah MUI

Meski belum ada PP JPH, MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) terus berupaya meyakinkan produsen untuk memenuhi prinsip dan kriteria halal. Konsumen harus mendapatkan jaminan halal.

Korea, produsen makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika, salah satu terbesar di Indonesia --yang mulai gencar mengembangkan industri dan wisata halal-- menjadi perhatian LPPOM MUI. 

Melalui kerja sama dengan Ini Halal Korea Inc --lembaga konsultan bisnis dan perdagangan Korea--, LPPOM MUI melakukan sosialisasi, edukasi, promosi, dan asistensi sertifikasi halal. 

Ini Halal Korea Incorporated, yang dipimpin Choi Kang Sik menjadi penghubung industri Korea dengan LPPOM MUI. Kerja sama untuk mempermudah sertifikasi halal tersebut ditandatangani di Bogor tahun lalu. LPPOM MUI dan Ini Halal Korea Inc telah membuka kantor representatif di Seoul.

Atas usaha Ini Halal Korea, sekitar 200 pengusaha hadir dalam seminar halal di Korea Trade-Investment Promotion Agency (Kotra). Mereka mendapat penjelasan prihal regulasi sertifikasi halal dari Ketua Umum MUI KH Maruf Amin, Direktur LPPOMUI Lukmanul Hakim, dan Kepala BPOM Roy A. Sparinga. Penjelasan serupa juga disampaikan kepada Menteri Agriculture, Food and Rural Affair, dan di Seowan University.

Tentu tidak mudah menjelaskan prinsip dan kriteria halal di negeri ini. Informasi juga minim. Bahkan, tidak sedikit terjadi perbedaan pemahaman di kalangan pemerintah maupun industri. Situasi ini dapat dipahami, mengingat Korea negara minoritas Muslim dan belum lama mengenal soal halal.

"Tapi kami harus terus menjelaskan dengan sabar untuk melindungi konsumen Muslim Indonesia," ujar Lukman.

Langkah melindungi konsumen Indonesia telah diayunkan MUI di saat belum ada kepastian keluarnya Peraturan Pemerintah tentang jaminan produk halal. Sebuah langkah untuk melindungi umat.

Meski Islam minoritas, Korea sangat jeli meraih peluang industri halal. Nilai 1,5 milyar dolar AS, yang mereka targetkan pada 2017, jelas bukan jumlah kecil. Inilah kesempatan yang semestinya diraih Indonesia ---yang mayoritas Muslim dan pasar sangat besar bagi produk halal Korea--- dengan mempercepat keluarnya Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Produk Halal. 

Bagi konsumen Indonesia, produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik, tidak hanya menyehatkan dan aman, tapi juga halal. Tidakkah negara berkewajiban melindungi hak setiap warga negara?