Bawaslu: Baru lima desa di Sleman deklarasi desa anti-politik uang

id Bawaslu Sleman ,Desa anti-politik uang ,Kabupaten Sleman ,Pemilu 2024,Pemilu serentak 2024

Bawaslu: Baru lima desa di Sleman deklarasi desa anti-politik uang

Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman Arjuna Al Ichsan Siregar. ANTARA/Victorianus Sat Pranyoto

Sleman (ANTARA) - Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Arjuna Al Ichsan Siregar menyebutkan dari 86 desa/kelurahan di Sleman baru lima yang telah mendeklarasikan diri sebagai desa anti-politik uang menjelang Pemilu Serentak 2024.

"Lima desa itu yakni Kalurahan Sardonoharjo, Candibinangun, Trimulyo, Ambarketawang, dan Sendangsari. Memang sedikit dari kuantitas, tapi secara kualitas kami percaya kelima desa menjadi pelopor bagi banyak desa di Sleman," kata Arjuna di Sleman, Senin.

Menurut dia, deklarasi anti-politik uang yang merupakan bagian sebuah gerakan dan saat banyak orang terlibat, maka akan dapat memberi dampak luar biasa.

"Gerakan anti-politik uang memang langkah kecil dan dapat dikatakan sepele, namun membawa perubahan besar melawan kekuatan yang menggerogoti nilai-nilai inti yang seharusnya memperkuat," katanya.

Ia mengatakan, politik uang layaknya candu, meracuni proses pemilu dan pemilihan dengan memperdagangkan suara dan kekuasaan.

"Politik uang jelas bertujuan membelokkan tujuan sejati dari sebuah pemilu dan pemilihan yang adil," katanya.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie mengatakan, maraknya politik uang menjelang pemilu tidak akan pernah bisa diselesaikan perkaranya, meskipun terungkap bukti dan pelakunya karena ini bukan masalah hukum.

"Politik uang terkait dengan budaya, dan desa memegang peran penting dalam upaya melawannya. Politik uang sama sekali bukan masalah hukum. Coba saja kita kumpulkan para profesor atau ahli tata hukum pidana, mesti tidak bisa menyelesaikan persoalan politik uang. Ini problem budaya hukum," katanya.

Ia mengatakan, ketika masyarakat menerima sesuatu, khususnya benda materi, dari elit politik menjelang pemilu. Masyarakat menamakan pemberian itu sedekah, maka itu selesai.

"Butuh waktu panjang untuk menghilangkan politik uang menjelang Pemilu. Karena politik uang adalah masalah budaya hukum, sehingga yang harus dibenahi adalah budaya hukum di masyarakat," katanya.

Gugun mengatakan, untuk merubah budaya ini haruslah dimulai dari desa. Karena desa memiliki struktur pemerintahan yang berdaulat dan masyarakat memiliki kedaulatan. Melibatkan mahasiswa dalam mensosialisasikan bahaya politik uang juga menjadi solusi baik.

"Tapi yang paling penting, masyarakat harus mampu menolak politik uang. Jangan lagi menggunakan slogan 'terima uangnya, pilih yang lain'. Karena ini, 'tagline' itu menjadi berbahaya karena akan mendidik budaya hipokrit atau munafik. Kalau mau bersih sekalian kita budayakan anti politik uang," katanya.