TII sebut kolaborasi menjadi kunci sukses pendataan pemilih difabel

id TII,Pemilih Difabel,Pemilih Penyandang Disabilitas,Pemilu Inklusif

TII sebut kolaborasi menjadi kunci sukses pendataan pemilih difabel

Tangkapan layar - Koordinator Divisi Reformasi Parlemen Indonesian Parliamentary Center (IPC) Choris Satun Nikmah (bawah) bersama Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania (atas) dalam diskusi daring TII Policy Talks bertajuk "Serba-Serbi Prolegnas 2024" di Jakarta, Selasa (26/3/2024). ANTARA/Agatha Olivia Victoria

Jakarta (ANTARA) - The Indonesian Institute (TII) menyebut kolaborasi menjadi kunci sukses pendataan pemilih difabel dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu, Peneliti TII Christina Clarissa Intania menyampaikan pernyataan tersebut ketika menanggapi kenaikan angka pemilih difabel pada Pemilu 2024 jika dibandingkan dengan penyelenggaraan sebelumnya.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih difabel pada Pemilu 2024 tercatat 1.101.178 orang, sedangkan pemilih difabel pada Pemilu 2019 sebanyak 375.195 orang.

Dikatakan pula bahwa kenaikan jumlah pemilih difabel perlu diapresiasi.

Sementara itu, berdasarkan kajian tengah tahun TII yang ditulisnya, Christina menyebut kunci peningkatan jumlah pemilih difabel merupakan hasil kolaborasi antara KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil.

Data kependudukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan pendataan penyandang disabilitas Dinas Sosial di masing-masing daerah, menurut dia, menjadi tonggak sumber data.

"Dengan data anggota organisasi masyarakat sipil yang bergerak untuk penyandang disabilitas, kemudian pencocokan dan penelitian data lewat kunjungan yang dilakukan KPU diawasi Bawaslu melengkapi data-data ini," ujarnya.

Dalam penelitian yang berjudul Pelaksanaan Pendataan Pemilih Penyandang Disabilitas pada Pemilu 2024, Christina mengungkapkan bahwa metode pelaporan dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat untuk melaporkan kekurangan pemilih difabel, yang belum didata, juga menjadi kunci.

Menurut dia, metode seperti pendirian pos komunikasi, laporan langsung ke pemerintah daerah setempat, pelaporan lewat laman resmi KPU menjadi praktik baik dalam melengkapi kekurangan pendataan pemilih difabel.

Diungkapkan bahwa metode-metode pengumpulan data tersebut perlu diteruskan, bahkan dikembangkan menjadi lebih kreatif dan mudah diakses untuk pemilih difabel.