Rektor IAIN : Tatap muka dosen-mahasiswa sebagai standar dalam pembelajaran

id larangan cadar,larangan penutup wajah,IAIN Palu

Rektor IAIN : Tatap muka dosen-mahasiswa sebagai standar dalam pembelajaran

Rektor IAIN Palu Prof Dr H Sagaf S Pettalongi MPd. (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu Prof Dr H Sagaf S Pettalongi MPd menyebut tatap muka antara dosen dan mahasiswa sebagai salah satu standar dalam pembelajaran di kelas.

"Tatap muka, bukan tatap mata. Tatap muka itu berarti wajah harus terlihat. Baik wajah dosen maupun wajah mahasiswa. Itu salah satu standar proses pembelajaran," katanya di Palu, Sabtu, menanggapi kontroversi seputar pengenaan cadar.

Ia mengemukakan hal itu merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan, yang mencakup tata cara pembelajaran di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).

Baca juga: IAIN Palu dan Rutan Donggala gelar penyuluhan agama bagi narapidana

"Kalau kegiatan perkuliahan, kegiatan pelayanan akademik di lingkungan kampus, mahasiswa atau dosen harus buka penutup wajah, dan itu sudah dilakukan oleh para dosen," katanya.

Namun, ia melanjutkan, di luar kegiatan perkuliahan dan pelayanan akademik pengenaan penutup wajah diperkenankan di lingkungan kampus.

"Di luar dari itu, itu menjadi urusan masing-masing," katanya.

Ia lantas menuturkan, "Saya pernah bertanya kepada beberapa mahasiswa yang memakai cadar, ternyata mereka bukan karena mengikuti faham atau aliran, dan organisasi tertentu. Melainkan, mereka karena merasa nyaman saja menggunakan cadar."

Baca juga: IAIN Palu asah kemampuan mahasiswa berbahasa asing

"Artinya, hanya sebatas gaya, mungkin agar terhindar dari panas terik matahari dan debu. Karena itu, ketika disuruh buka, ya dia buka. Begitu juga ketika ingin bertemu dengan saya di ruang kerja, mereka membuka penutup wajah," ia melanjutkan.

Berkaitan dengan wacana pelarangan pengenaan cadar yang dilontarkan oleh Menteri Agama, Prof Sagaf Pettalongi menyebut hal itu sebagai bagian dari formalitas pelayanan aparatur sipil negara.

"Ini wajar, karena dalam interaksi dan pelayanan dalam lingkup itu, maka perlu diketahui siapa yang dilayani dan siapa yang melayani," katanya.

"Di luar dari pelayanan sebagai aparatur sipil negara, maka itu menjadi urusan masing-masing individu," ia menambahkan.

Baca juga: IAIN Palu tingkatkan akuntabilitas tata kelola keuangan