Pontianak (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Inisiasi Alam Rehabilitasi (IAR) Indonesia mengingatkan pemeliharaan satwa liar berpotensi menularkan atau tertular berbagai penyakit serius yang membahayakan manusia.
"Apalagi di tengah wabah pandemi COVID-19 yang ditenggarai berawal dari satwa liar, namun hingga kini kasus pemeliharaan satwa liar yang dilindungi masih juga terjadi. Perbuatan itu tidak hanya melanggar hukum namun juga berisiko meningkatkan penularan penyakit dari hewan ke manusia dan sebaliknya ini masih ada di Kabupaten Ketapang," kata Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez di Pontianak, Rabu.
Seperti orangutan yang baru-baru ini diselamatkan oleh warga di Kabupaten Ketapang. "Pemeliharaan satwa liar seperti ini memang seharusnya tidak lagi terjadi, selain mengancam kelestarian satwa liar, perilaku tidak bertanggungjawab seperti itu juga berisiko membahayakan manusia dengan penyakit yang mungkin dibawa oleh satwa liar itu," ujarnya.
Ia menegaskan sudah saatnya masyarakat menghentikan pemeliharaan satwa liar baik orangutan maupun satwa lainnya yang seharusnya tetap tinggal di hutan.
"Bagi masyarakat yang menemukan atau melihat orangutan dan satwa liar lainnya di tempat yang tidak semestinya harus segera melaporkannya ke pihak berwajib. Karena kita tidak pernah tahu virus, bakteri, atau penyakit apa yang bisa dibawa oleh satwa liar dan ditularkan ke manusia," katanya.
Jika masyarakat tidak mau bekerja sama menyerahkan orangutan, maka diperlukan penegakan hukum, sebab hal ini bukan lagi sekadar isu konservasi spesies atau kesejahteraan satwa melainkan isu kesehatan manusia secara global, katanya.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalbar Sadtata Noor Adirahmanta mengatakan, sebenarnya sebagian besar masyarakat sudah paham bahwa orangutan merupakan satwa dilindungi, dan memeliharanya adalah perbuatan yang melanggar hukum. Namun rupanya pemahaman masyarakat masih perlu ditingkatkan lagi terkait dengan kasus-kasus penyerahan satwa liar kepada pihak yang berwenang.
"Beberapa kesalahan kasus penyerahan satwa liar seringkali diawali dengan temuan satwa liar oleh masyarakat di pinggir hutan yang sebenarnya memang merupakan habitat atau wilayah jelajah mereka," kata Adirahmanta.
Dia mengatakan dalam kasus seperti ini mestinya masyarakat perlu diingatkan bahwa satwa liar yang berada di habitatnya atau di ruang jelajah mereka tidak harus ditangkap.
"Opsi yang bisa diambil antara lain menggiring kembali ke dalam hutan, dan tentu saja bila perlu melibatkan ahlinya atau pihak yang berwenang. Menangkap, memelihara dan selanjutnya menyerahkan ke pihak yang berwenang tidak selalu menjadi langkah yang tepat,” katanya.
Berita Terkait
Polres Banggai giatkan patroli cegah balap liar selama Ramadhan
Rabu, 13 Maret 2024 21:59 Wib
Polres Donggala mencegah perkelahian antarpemuda dengan patroli
Rabu, 13 Maret 2024 14:48 Wib
Polres Sigi-Sulteng cegah balap liar selama Ramadhan
Rabu, 13 Maret 2024 11:37 Wib
Polisi tangkap empat pemuda diduga terlibat balap liar di Pondok Kopi
Minggu, 11 Februari 2024 13:29 Wib
Menteri KHK: Lembaga konservasi dukung pengelolaan tumbuhan-satwa liar
Rabu, 31 Januari 2024 7:55 Wib
Buaya liar jadi objek tontonan warga di Sungai Jembatan II Kota Palu
Jumat, 15 Desember 2023 14:24 Wib
Perburuan liar satwa dilindungi adalah kejahatan serius
Jumat, 10 November 2023 6:25 Wib
Petugas Taman Nasional Baluran Situbondo tangkap tiga pelaku perburuan satwa
Senin, 16 Oktober 2023 6:45 Wib