Warga Gugat Pihak Terkait Dugaan Mafia Tanah

id tanah

Warga Gugat Pihak Terkait Dugaan Mafia Tanah

Ilustrasi (antaranews)

Palu,  (antarasulteng.com) - Warga Kota Palu, Dewi Angriyani, melalui kuasa hukum menggugat 10 pihak terkait dugaan praktik mafia tanah yang telah merugikan keluarganya ratusan juta rupiah.

Kuasa hukum penggugat Uhut Hutapea di Palu, Rabu, mengatakan para tergugat itu diduga sengaja berkonspirasi melakukan pelanggaran berupa penerbitan sertifikat tanah palsu serta menyetujui pengajuan pinjaman bank dengan agunan surat tanah yang dinilai bermasalah tersebut.

Sepuluh tergugat itu adalah Halima Dumma, Sri Astia Ningsih, Siti Hijrah Mulyani, Paula Mariani, Lurah Besusu Barat, Camat Palu Timur, Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah Farid SH, Kepala Kantor Pertanahan Kota Palu, BNI Syariah Palu, dan Bank Panin Cabang Palu.

Uhut mengatakan kronologis gugatan tersebut berawal dari sengketa tanah milik Djanawani seluas 808 meter persegi yang berada di perempatan Jalan Haji Hayyun dan Jalan Sam Ratulangi Kota Palu.

Saat itu ahli waris Djanawani kehilangan sertifikat tanah selama bertahun-tahun, kemudian ahli waris lainnya membuat sertifikat baru atas lahan tersebut pada 2011 namun luas tanahnya menjadi 549 meter persegi.

Kemudian tanah itu dijual kepada pihak lain untuk dijadikan tempat usaha berupa biro perjalanan naik haji dan umroh terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah.

Pembangunan biro perjalanan ibadah itu dengan cara mengagunkan sertifikat tanah bermasalah atas nama Halima Dumma kepada BNI Syariah Palu, dan selanjutnya berpindah ke Bank Panin Cabang Palu.

Uhut mengatakan pihak keluarga telah memperingatkan aparat kelurahan, kecamatan, dan kantor pertanahan agar tidak menerbitkan sertifikat tanah karena lahan itu masih bersengketa.

"Tapi entah kenapa akhirnya terbit sertifikat tanah. Kantor pertanahan juga mengaku tidak punya arsip sertifikat atas nama Djanawani. Ini kan aneh," ujar Uhut.

Kejanggalan juga terjadi ketika sertifikat itu menjadi agunan bank dan akhirnya disetujui pencairan dana pinjaman Rp1 miliar.

"Kami sebelumnya juga sudah memperingatkan pihak bank secara lisan dan tertulis agar tidak mencairkan dana. Tapi mereka tidak mengindahkannya," ujar Uhut.

Akhirnya pada Juni 2014, keluarga menemukan sertifikat asli atas nama Djanawani lengkap dengan kuitansi administrasi.

"Ini yang kami jadikan bukti untuk menggugat, dan kami masih punya saksi hidup bahwa tanah itu milik Djanawani," katanya. (skd)